HeadlineHukumPolitik

KPK Tidak Boleh Turuti Pansus Hak Angket

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) mengimbau agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengikuti kehendak panitia khusus (pansus) hak angket. Hal tersebut menyusul adanya perkembangan pembentukan pansus hak angket KPK di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI.

Ketua Umum (Ketum) APHTN-HAN, Mahfud MD menjelaskan pembentukan pansus hak angket bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akibat pembentukan pansus hak angket yang bertentangan dengan undang-undang, maka segala tindakan panitia angket dengan sendirinya bertentangan dengan undang-undang dan hukum.

“Artinya mematuhi panitia hak angket merupakan bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri. KPK harus taat kepada konstitusi dan undang-undang, bukan terhadap panitia angket yang pembentukannya menyalahi prosedur hukum yang telah ditentukan,” ujar Mahfud di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (14/6/2017).

Mahfud menjelaskan pembentukan panitia angket itu cacat hukum karena tiga hal. Pertama subjeknya yang keliru, karena secara historis hak angket itu dulu hanya untuk pemerintah. “Dimana-dimana hak angket itu untuk pemerintah, dulu di Inggris pertama kali hak angket juga ditujukan kepada pemerintah,” kata dia.

Baca Juga:  Tiga Kader PMII Layak Menduduki Posisi Pimpinan DPRD Sumenep

Kemudian hal tersebut diambil oleh Indonesia karena kepentingan mossi tidak percaya kepada pemerintah. Hal tersebut terjadi sekitar tahun 1950-an, ketika itu Indonesia sedang menganut sistim parlementer.

“Nah lalu diadopsi di dalam Uu yg sekarang hak angket, tapi konteksnya pemerintah. Karena tidak mungkin DPR itu mengawasi yang bukan pemerintah. Itu satu dari sudut sejarah,” jelasnya.

Yang kedua, lanjut Mahfud, yang membuat hak angket cacat hukum karena objeknya yang keliru. Dari sudut semantik kalimatnya, itu jelas memang dalam pasal 79 ayat 3 UU MD3 itu menyatakan bahwa hak angket itu untuk menyelidiki pelaksanaan Undang-undang atau kebijakan pemerintah.

“Disitu disebut dalam penjelasannya bahwa siapa itu pemerintah. Pemerintah itunadalah Presiden, Wapres, Para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri dan lembaga pemrintah non kementerian, seperti Basarnas, LIPI, Wantimpres. Tapi di luar itu seperti KPK itu bukan lembaga pemerintah,” tegasnya.

Terakhir yang membuat hak angket DPR terhadap KPK cacat hukum adalah prosedurnya, dimana prosedur pembuatan pansus hak angket itu diduga kuat melanggar UU.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

“Karena pertama menurut yg disiarkan di media massa, pada waktu itu dipaksakan prosedurnya. Ketika ditanyakan masih ada yg tidak setuju, sebentar dulu lalu tiba-tiba diketok. Seharusnya jika dalam keadaan belum bulat, mestinyakan divoting. Nah itu dianggap sebagai manipulasi persidangan,” tegas Mahfud kembali.

“Lalu  kedua prosedur yg sekarang ini kalau dipaksakan sampai engan hari ini baru ada 8 fraksi. Padahal menurut pasal 201 ayat 3 Undang-undang MD3 harus semua fraksi ada di dalam pansus. Nah kalau itu dipaksakan artinya melanggar juga prosedur yang ada,” jelasnya kembali.

Ia menambahkan isi dari hak angket DPR terhadap KPK juga salah. Didalam Undang-undang disebutkan materi hak angket itu menyangkut satu hal penting, hal strategis, dan mempunyai pengaruh luas ditengah masyarakat.

“Kalau ini pentingnya apa? Urusan penggakuan Miryam yang mengaku ditekan itukan hal biasa saja, tidak ada hal yang gawat disitu, dan itu sudah dibuktikaan disidang praperadilan bahwa itu benar. Jadi masih apalagi, stategis apa? Inikan tidak ada strategisnya sama sekali dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat,” katanya menggebu-gebu.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

“Masyarakat menganggap pemeriksaan terhadap Miryam ini adalah hal yang biasa. Nah kalau DPR berpikir ini bukan hanya soal Miryam tapi ada soal lain, itu tidak boleh. Karena hak angket itu harus fokus apa yag mau diangket, kalau masalahnya nanti mau dicari dulu oleh pansus itu tidak boleh, tidak fair secara hukum. Itulah sebabnya dari sudut itu kita juga menyatakan hak angket ini cacat hukum,” pungkasnya.

Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 244