Hukum

KPK Resmi Tahan Gubernur Sultra Nur Alam

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam akhirnya resmi ditahan usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama sekitar delapan jam sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Sultra tahun 2008-2014.

Nur Alam yang mengenakan rompi tahanan berwarna orange khas KPK hanya terdiam dan menundukan kepalanya. Ia tak mau menjawab pertanyaan awak media sedikit pun dan langsung memilih masuk ke mobil yang telah menunggunya untuk diantarkan ke rutan.

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan, Nur Alam akan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan, selama 20 hari kedepan untuk awal masa penahanannya.

“KPK melalukan penahanan terhadap tersangka NA (Gubernur Sulawesi Tenggara) untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur,” ujarnya di Jakarta, Rabu, (5/7/2017).

Baca Juga:  Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

Menurutnya penahanan yang dilakukan terhadap Gubernur yang dinaungi oleh PAN itu telah memenuhi persyaratan yang sebagaimana diatur di Pasal 21 KUHAP, yaitu: diduga keras melakukan tindak pidana dan memenuhi alasan objektif atau subjektif.

Nur Alam resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Agustus 2016 lalu. Dia ditetapkan tersangka oleh KPK lantaran diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, dengan mengeluarkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB (Anugerah Harisma Barakah) selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Terkait perkara ini, penyidik lembaga antikorupsi telah memeriksa sejumlah saksi salah satunya Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Burhanuddin. Tak hanya itu, penyidik juga telah berhasil mengamankan sejumlah dokumen terkait IUP dari penggeledahan yang dilakukan di sejumlah tempat yang berada di Kendari, Sulawesi Tenggara dan Jakarta.

Baca Juga:  PERATIN Sukses Angkat Advokat Baru Angkatan Ke 2

Penggeledahan pada 2016 lalu dilakukan di kantor Gubernur, Dinas ESDM, hingga ke rumah gubernur tersebut. Sedangkan di Jakarta, penyidik juga menggeledah rumah di Kuningan, Jakarta Selatan dan sebuah perusahaan di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Selain pemeriksaan saksi dan peneggeledahan, pada Jumat, (26/8/2016) lalu penyidik KPK juga secara resmi mencegah empat orang dalam perkara itu. Keempat orang itu adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam,  Kepala Dinas ESDM Sultra Burhanuddin, Widdi Aswindi Direktur PT Billy Indonesia, dan Emi Sukiati Lasimon pemilik dari PT Billy Indonesia. Ke-empatnya dicegah jika sewaktu-waktu KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri.

PT Billy merupakan salah satu perusahaan yang pernah di geledah KPK beberapa waktu lalu. PT billy juga memiliki tambang di Bombana dan Konawe Selatan. Menariknya lagi PT Billy juga merupakan salah satu rekan bisnis Richorp International. Jadi perusahaan Richorp yang berbasis di Hongkong itu membeli nikel dari PT Billy.

Baca Juga:  Kisah Pilu Penganiayaan Warga Pinrang versus Pencemaran Nama Baik

Perusahaan Richorp itu pernah disebut-sebut namanya saat Kejaksaan Agung mengusut kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nur Alam. Dimana berdasarkan laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) data transaksi Nur Alam, perusahaan tersebut pernah mentransfer uang sebanyak empat kali ke perusahaan asuransi ternama yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh bank plat merah Nasional. Adapun nilai transfernya  yakni mencapai hingga US$ 4,5 juta. Transaksi tersebut dilakukan lewat salah satu Bank Komersial di Hongkong.

Akibat perbuatannya, Nur Alam disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 224