Hukum

KPK Berharap Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Miryam Haryani

Politisi Hanura, Miryam S Haryani. Foto Restu Fadilah/ NUSANTARAnews
Politisi Hanura, Miryam S Haryani. Foto Restu Fadilah/ NUSANTARANEWS

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan membacakan sidang putusan sidang praperadilan yang diajukan Miryam S Haryani, Selasa (23/5/2017). Putusan tersebut akan menjelaskan sah atau tidaknya dasar hukum yang digunakan KPK dalam menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi kesaksian palsu disidang e-KTP.

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah berharap hakim tunggal PN Jaksel Asiadi Sembiring akan menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh politikus Partai Hanura itu, sehingga bisa menjadi  penguat dari kasus yang ditangani oleh KPK saat ini.

“Akan dibacakan putusan praperadilan MSH, kita harapkan putusan akan jadi penguat dari kasus yang kita tangani,” tutur Febri di Jakarta, Senin (22/5) kemarin.

Febri mengatakan, selama persidangan berlangsung tim Biro Hukum KPK telah membeberkan alasan hukum dan sejumlah barang bukti dalam menetapkan Miryam sebagai tersangka.

Salah satu bukti yang disampaikan KPK kepada Majelis Hakim adalah rekaman video saat Miryam bersaksi disidang e-KTP. Bahkan KPK juga menghadirkan saksi ahli dalam perkara tersebut.

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

Berdasarkan sejumlah saksi dan barbuk tersebut, ditegaskannya bahwa KPK memiliki kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, untuk menjerat pihak-pihak yang diduga memberikan keterangan palsu.

Seperti diketahui, Miryam melayangkan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya.

Tim kuasa hukum Miryam menilai KPK tak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP.

Miryam dijerat menggunakan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tim kuasa hukum Miryam pun meminta hakim yang mengadili perkara kliennya itu agar berkenan mengabulkan permohonan yang diajukan untuk seluruhnya. Selain itu, mereka juga meminta hakim menyatakan penetapan Miryam sebagai tersangka tidak sah.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 200