NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Korupsi penyakit menular paling menyakitkan bagi bangsa dan negara Indonesia. Korupsi semakin nampak gagah merenggut moral para pejabat baik yang sudah dipenjara, baru ditetapkan, maupun yang sedang dalam pantauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Korupsi semakin marak terjadi. KPK sudah dengan gigih melakukan pemberantasan. Sepanjang tahun 2018 saja, KPK bakan sudah menetapkan 78 orang tersangka dari 22 kegiatan operasi tangkap tangan (OTT).
Baca Juga:
- Dukung Larangan Mantan Koruptor Nyaleg, Dahnil: untuk Melindungi Rakyat
- BIN Dinilai Berprestasi Jika Berhasil Membawa Pulang Koruptor Kondensat Honggo Wendratmo
- Larang Eks Koruptor Jadi Caleg, KPU Melampaui Kewenangannya
Menariknya, dari giat KPK tersebut, dapat terungkap pula beberapa kode atau sandi suap yang mereka gunakan mulai dari istilah agama, buah-buahan, jajanan anak-anak, jenis kopi-kopian, nama penyanyi, hingga makanan tradisional.
Menurut pegiat antikorupsi dari Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko, tingkat kecerdasan koruptor di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan kode-kode yang mereka ciptakan. Ada koruptor yang kaku, tetapi ada pula yang sangat kreatif.
“Kode diciptakan untuk menyamarkan aksi yang sedang mereka lakukan. Kode untuk penyamaran pun bisa menggunakan istilah apapun yang tidak terbatas. Istilah yang digunakan para koruptor itu menurut saya sudah lazim dipakai sejak puluhan tahun lalu,” kata Dadang di Jakarta, Senin (8/10/2018).
Di zaman Orde Baru, jelas Dadang, kode lazim digunakan sebagai bagian dari cara menyelesaikan keruwetan birokrasi pemerintah. Akhirnya, kode digunakan sebagai pemberian kepada pejabat publik.
“Ini sudah menjadi bahasa gaul yang disepakati antara pemberi dan penerima suap,” ujarnya.
“Tujuannya mungkin ada dua, pertama untuk menyamarkan praktik korupsi dan juga untuk melunakkan istilah sogok atau suap,” sambung Dadang.
Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.