Hukum

Korupsi Menjadi Gaya Hidup, KPK Nyaris tak Berdaya

NusantaraNews.co, Jakarta – Empat tugu penegak hukum yakni Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kehakiman dan KPK nyaris kelabakan menangani seluruh kasus tindakan keji bernama korupsi. Dimana, tindakan tak terpuji ini telah menjelma gaya hidup di instansi-instasi pemerintahan.

Khusus untuk KPK (untuk menyebut satu contoh) boleh disebut cukup berhasil memposisikan diri setengah tegap menjalankan tugasnya. Dimana hampir setiap bulan, sesuai dengan laporan maysarakat juga hasil pantau internal KPK, lembaga antirasuah yang satu ini sukses melaksanan Operasi Tangkap Tangan baik di Ibukota maupun di daerah-daerah. Dalam hal ini KPK patut diberi apresiasi sepantasnya.

Kendati KPK konsisten menunjukkan kenirjanya, di sisi yang lain, KPK juga sangat rentan terhadap permainan politik. Sehingga isu korupsi dengan mudah dapat dimainkan sebagai isu dan tema untuk kepentingan politik tertentu yang dibungkus dengan gerakan Anti Korupsi.

Baca: Akankah Setya Novanto Lolos (Lagi) dari Jeratan Hukum?

Sebab, kini korupsi bisa dibiang lebih menjadi alat untuk menyingkirkan pesaing-pesaing politik yang dipandang sebagai ancaman, baik antar elit politik maupun antar aparat penegak hukum itu sendiri.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Redaksi NusantaraNews.co, dalam artikel terdahulu berjudul “Korupsi Kini Telah Menjadi Urat Nadi Kehidupan” mencontokan kasus penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang ketika diusulkan menjadi calon Kapolri oleh presiden, sangatlah sulit untuk menghilangkan kesan bahwa BG telah menjadi korban dari intrik politik tersebut.

“Dalam konteks yang lebih luas merebaknya kasus korupsi di tanah air lebih merupakan salah satu modus baru untuk melemahkan negara. Artinya, korupsi menjadi model halus serangan kaum imperialis untuk melemahkan sebuah negara, khususnya dalam konteks negara Indonesia. Korupsi di Indonesia memang diformulasikan ke dalam sistem ketatanegaraan yang dikemas dalam bentuk aturan dan perundang-undangan (UU) negara yang diinstal sejak awal reformasi dahulu,” tulis Tim Redaksi sesuai hasil telaahnya, 9 Mei 2016 lalu.

Dalam pandangan Tim Redaksi, paket instalasi itu terwujud dalam model otonomi daerah, model pemilu dalam berbagai tingkatannya, bahkan model rekrutmen pegawai hingga pejabat tinggi temasuk level menteri, sampai-sampai partai politik yang seharusnya menjadi “oposisi” terbawa arus perilaku koruptif tersebut.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Adapun contohnya, kita bisa mengamati dari OTT yang satu di daerah ini dengan OTT yang lain di daerah yang lain lagi. Seperti yang dialami Bupati Klaten, Walikota Tegal, Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Bupati Baturaja, dan lain sebagainya. (Baca: Serangkaian OTT oleh KPK tahun 2016-2017).

Jadi, hemat Tim Redaksi, wajar saja ketika sistem itu berjalan maka perilaku koruptif menjadi urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Suka tidak suka model demokrasi Indonesia saat ini adalah demokrasi uang. Uang adalah segalanya bahkan uang mungkin sudah menjadi tujuan hidup para politisi dan elit bangsa kita. Lihat saja perlakuan para koruptor yang terkesan seperti selebritis yang dikaitkan dengan kehidupan mewah – bukan sebagai seorang kriminal yang memalukan.

Coba dibayangkan, dalam setahun saja, KPK telah mengantongi laporan dari masyarakat sebanyak 7.000 surat laporan aduan korupsi. Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dari 7.000 surat tersebut lima puluh persennya mempunyai potensi korupsi. Namun KPK tidak dapat menindak semuanya karena keterbatasan sumber daya manusia.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Saking banyaknya surat masuk, Saut pun ungkapkan betapa KPK sebenarnya masih lemah dalam hal SDM untuk menindaklanjuti semua surat itu.

Baca: Saut Situmorang: Kalau KPK Punya 8.000 Karyawan, Senayan Gue Jadiin Penjara

“Kalau kita punya 8.000 orang karyawan KPK, senayan gue jadiin penjara. 7.000 surat yang masuk itu 50% punya potensi korupsi, tinggal gue cari dua bukti kuat saja,” kata Saut beberapa waktu lalu kepada wartawan NusantaraNews.co. (sule/as/red02)

Baca juga:
Setnov Tersangka, Mungkinkah Golkar Sakit Hati Terhadap Pemerintah?
Setnov Tersangka, KPK Guncang

Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 214