FeaturedKolomOpini

Korupsi dan Wajah Buruk Bangsa Merdeka

NUSANTARANEWS.CO – Korupsi di negeri ini sudah menjamur subur, karena terus disiram dan dipupuk oleh kerakusan dan keserakahan pejabat negara. Bahkan, perilaku demikan sudah menjadi trend kepemimpinan di era modern. Fakta ini pun, dibuktikan dengan banyak-nya kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi pemberantas Korupsi (KPK) terhadap pejabat negara mulai dari pusat hingga daerah.

Beberapa kasus, misalnya yang melibatkan pejabat negara. Bahkan ketua Dewan terhormat Setiya Novano yakni terkait dengan kasus korupsi mega proyek KTP elektronik yang hingga kini masih berjalan alot dan penuh tipu muslihat. Kali ini, setnov sepertinya sudah kehabisan jurus untuk mengakali KPK. Terlebih, mencari celah hukum agar terlepas dari kasus korupsi yang menjeratnya.

Selain itu, kasus teranyar yaitu suap yang melibatkan anggota DPRD Jambi, Sekretaris Daerah (sekda) dan pelaksana tugas kepala dinas pekerjaan umum (PU) terkait dengan pembahasan rancangan anggaran pendapatan daerah provinsi jambi. Atas kasus ini, kemudian langkah seperti apa yang seharusnya dilakukan, agar korupsi dapat hilang direpublik ini ? Tentu, pertanyaan tersebut masih menjadi pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan. Karenanya, persoalan serius ini perkara mudah seperti membalikan telapak tangan. Melainkan, butuh komitmen dan keseriusan segala pihak untuk bekerjasama secara sinergis. Khususnya, oleh seluruh lembaga negara.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Menilik sejarah perjuangan bangsa, apabila di tela’ah secara saksama. Maka, kita dapat menarik satu kesimpulan bahwa prilaku terkutuk bernama korupsi sedari dulu sudah dekat dan lekat dengan pejabat negara. Di era Orde Baru (orba) masyarakat mengenal istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada masa ini perilaku bejat dan tidak beradab demikian sangat sulit untuk dibasmi. Pun pelakunya tidak dapat tersentuh oleh hukum atau kebal hukum (imunitas). Kesulitan untuk mengeksekusi pejabat negara yang korup waktu itu, disinyalir imbas dari kuatnya kekuatan soeharto dan kloni-kloninya.

Fenomena ini menyadarkan kita sebagai bangsa yang beradab untuk membentuk lembaga negara indevenden dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena, pada saat itu kinerja aparat kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dirasa belum maksimal memerangi korupsi yang sudah merambat ke seluruh intstitusi negara. Oleh sebab itu, pada tahun 2002 KPK dibentuk atas spirit itu, agar korupsi dapat dibasmi sampai ke-akar-akarnya. Tapi, faktanya sekarang ini justru koruptor merajalela. Tak ayal, polri berniat membantu KPK dalam pemberantasan korupsi dengan membentuk Detasemen Khusus (detsus tipikor) dan secara khusus pula menagani kasus korupsi. Tentu saja, kita harus menyambut baik pembentukan detus ini, logikanya semakin banyak lembaga negara yang dibentuk untuk memerangi korupsi semakin memupuk asah agar korupsi dapat dengan segera dibasmi. Paling tidak dapat diminimalisir.

Baca Juga:  Seret Terduga Pelaku Penggelapan Uang UKW PWI ke Ranah Hukum

Tulisan ini, merupakan hasil refleksi atas perjalanan panjang bangsa. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa korupsi adalah sejarah buruk bangsa yang merdeka. Benar, bahwa penjajahan kolonial sudah tidak ada. Tapi, penjajahan oleh bangsa sendiri yaitu pejabat negara sangat lah terasa dengan prilaku korup-nya. Justru, penjajahan demikian lebih menyengsarakan.

Bung Karno pernah mengatakan ‘zaman ku lebih mudah karena mengusir penjajah, dan zaman mu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri’. Ungkapan ini, terbukti benar saat ini.

Penulis masih ragu terwujudnya negara bersih dari korupsi. Karena, hingga detik ini korupsi masih terus terjadi. disnilah lahir pertanyaan : apakah KPK sudah maksimal dalam melakukan pemberantasan korupsi ? Sebab, lembaga ini tidak hanya memiliki tugas dan fungsi untuk menangkap saja. Tetapi, bagaimana melakukan antisipasi dan pelbagai pencegahan agar kasus seperti ini tidak kembali terjadi.

Penulis: Resnumurti Ritandea Harjana, Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cab. DI.Yogyakarta. Tercatat sebagai Mahasiswa aktif Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SUKA.

Related Posts

1 of 23