FeaturedHukumKolomOpiniPolitik

Korupsi dan Pudarnya Religiusitas DPR

NusantaraNews.co – Perseteruan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kini terlihat terang akar persoalannya. Memanasnya polemik kedua lembaga negara tersebut disinyalir akibat dari kenyamanan di DPR terganggu dengan keberadaan KPK sebagai lembaga anti rasuah.

Hal ini terbukti, ketika anggota pansus dari Fraksi PDI-Perjuangan Henry Yosdiningrat mengeluarkan statemen terkait dengan pembekuan KPK. Jelas sudah perkaranya, semua argumentasi yang dikeluarkan oleh DPR terkait angket mengenai perbaikan-paerbaikan di internal KPK hanya kebusuksan semata. Lantas apakah pantas angket diperjuangkan mati-matian, hingga mengubur semangat pemberantasan korupsi.

Fenomena korupsi sudah menjadi persoalan akut bangsa ini. Bahkan, korupsi sudah sangat digemari oleh pejabat negara dan kroni-kroninya. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPK mencatat total penanganan perkara korupsi dalam rentang 13 tahun terakhir adalah penyelidikan 896 perkara, penyidikan 618 perkara, penuntutan 506 perkara, inkracht 428 perkara, dan eksekusi 454 perkara. Selanjutnya jika melihat data Idonesia Corruption Watch (ICW) pada semester I tahun 2017 aktor yang ditetapkan sebagai tersangka Sekitar 40 persen dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (PNS).

Fakta ini menunjukan bahwa reformasi birokrasi yang di gagas oleh Jokowi belum berjalan secara maksimal. Selain itu korupsi yang menyeret unsur swasta berada pada urutan kedua dalam kaitan pelaku korupsi yang tertangkap. Kemudian pertanyaannya seberapa banyak korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, khususnya DPR.

Di tahun 2014 korupsi yang dilakukan oleh DPR tercatat sekitar 3600-an data ini belum ditambah dengan deretan nama-nama dewan terhormat yang didakwa akhir-akhir ini. Salah satunya kasus mega proyek e-KTP.

Sangat ironis, di negara berdasarkan hukum ini, korupsi malah tumbuh subur. Padahal, sudah banyak diatur di dalam peundang-undangan seperti (UU) No 28 tahun 1999 Tentang penyelenggaraan negara bebas KKN, UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 15/2002 Tentang Pencucian Uang. UU Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 2002 —peraturan presiden (PP) No. 19/2000 Tentang Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi—presiden mengeluarkan intruksi untuk mempercepat pemberantasan korupsi bernomor 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Secara subtansial intruksi presiden ini, merupakan spirit agar korupsi dapat di berantas dengan cepat dan adil. Akhir-akhir ini pemberantasan korupsi sedang dihadapkan dengan ancaman serius dan tidak main-main. Ancaman inipun jika di ibaratkan layaknya Moncong Meriam apabila di ledakan KPK akan hancur berkeping-keping. Jika hal ini benar terjadi niscaya korupsi sampai hari pembalasan tidak akan pernah berhenti.

Pudarnya religiusitas DPR

Saat ini, anggota pansus angket sudah keblinger. Dimana korupsi laiknya kejahatan Genosida yang mencerabut nilai keadaban, —KPK pun dibentuk berdasarkan spirit pemberantasan korupsi. Sangat terkutuk jika lembaga perwakilan rakyat menginginkan KPK di bekukan. Parahnya, pendapat itu di sampaikan oleh Bung Henry sebagai wakil rakyat dari partai penguasa. Di sinilah keblingernya, yaitu menciderai semangat revolusi mental dan reformasi birokrasi yang sudah menjadi misi Jokowi. Perkataan demikian bukanlah ketidak sengajaan melainkan benar lahir dari kesadaran total dan melalui proses renungan yang panjang.

Perilaku korupsi jika dilihat dari persfektif Islam disebutkan dalam ayat Al-Qur’an yang artinya “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.“- Q.S Al-Baqarah ayat 188- artinya korupsi merupakan perbuatan yang mengambilsebagian hak orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan.

Baca Juga:  Seret Terduga Pelaku Penggelapan Uang UKW PWI ke Ranah Hukum

Sangat ironis, hak angket dijadikan pintu untuk membekuan KPK, tujuannya pun sangat tercela. Selanjutnya, apabila KPK di bekukan potensi korupsi di dewan akan terbuka lebar. Selain itu islam menyerukan Amar ma’ruf nahi munkar (al`amru bil-ma’ruf wannahyu’anil-mun’kar) artinya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Dapat lah kesmpulan DPR sudah membuka ruang ke-munkaran jika KPK di bekukan.

Sisi lain, sikap demikian merupakan imbas dari pudarnya religiusitas dewan di senayan. Karena, tingkat religiusitas seseorang akan menentukan cara berpikir dan bertindak setiap orang. Secara alamiah kesadaran untuk memerangi ke-munkaran sudah tertanam sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi, di dalam relitas sosial, berbangsa dan bernegara religiusitas seseorang dapat tergadaikan jika keimanan seseorang di dorong oleh nafsuh serakah.

Berdasarkan sumpah dan janji DPR maka akan ditemukan satu frasa yang sangat religius dan puncak pertanggung jawabannya kepada sang pencipta.

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Baca Juga:  Kumpulkan Kader Potensial, Demokrat Tancap Gas Bahas Persiapan Pilkada Serentak di Jawa Timur

Menurut Erry Riyana Hardjapamekas mantan pimpinan KPK pada masa kepemimpinan Taufiequrachman Ruki mengatakan beberapa penyebab terjadinya korupsi salah-satunya dikarenakan oleh Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika, oleh karena itu, dewan perlu mendalami pelajaran ke-agamaan, sangat ironis apabila dewan terhormat sebaliknya memerangi kebaikan bukan memerangi keburukan.

Harapan publik pun kian pupus, berharap pemimpin negeri ini agar menjadi Khalifatul Fil’ard yaitu pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat “bagai panggan jauh dari api” padahal sejatinya seorang penguasa tidak dapat dilepaskan dari dunia dan akhiran. Hal inipun pernah ditegaskan oleh Imam Ghazali “Dunia adalah ladang akhirat. Agama tidak akan sempurna kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah kembaran. Agama adalah tiang sedangkan penguasa adalah penjaganya. Bangunan tanpa tiang akan roboh dan apa yang tidak dijaga akan hilang. Keteraturan dan kedisiplinan tidak akan terwujud kecuali dengan keberadaan penguasa”. Begitu pentingnya penguasa hingga menjadi penjaga dan benteng agama. Semoga pejabat negeri ini sadar, bahwa kekhilafan yang pernah dilakukan sudah meninggalkan tiang yakni agama.

Penulis: Arif Budiman, Ketua III Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cab. DI.Yogyakarta dan masih aktif sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta.

Related Posts

1 of 20