Korea Selatan Kembangkan Kapal Selam Bertenaga Nuklir dan Satelit Pengintai Independen

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in. (Foto: © AP Photo/ JungJ Yeon-Je/Pool Photo)

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in. (Foto: © AP Photo/ JungJ Yeon-Je/Pool Photo)

NUSANTARANEWS.CO, Seoul – Disadari atau tidak, pamer rudal dan senjata nuklir Korea Utara telah membuat industri alutsista mengalami persaingan yang sangat signifikan. Kini, negara-negara di dunia berlomba-lomba mengembangkan dan menjual-beli peralatan pertahanan dalam beragam bentuk, bahkan versi lama di-upgrade dan dimodernisasi kembali agar tetap bisa digunakan.

Memasuki abad 21, di tengah kondisi perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian, Rusia tampil menjadi aktor utama dalam penjualan alutsista ke berbagai negara. Termasuk Indonesia. Tercatat dalam satu dekade terakhir, Rusia telah berhasil menjual produk alutsistanya ke lebih dari 60 negara di dunia dan secara signifikan mampu menggeser Perancis, Jerman dan Inggris.

Perkembangan rudal balistik dan senjata nuklir Korea Utara telah membuat dunia was-was. Korea Selatan, tetangga Korea Utara, jelas menjadi negara terdepan paling khawatir. Masalahnya, permusuhan antar dua negara Korea ini secara teknis masih membara karena belum adanya perjanjian damai melainkan hanya perjanjian gencatan senjata.

Melihat perkembangan Korea Utara dalam hal alutsista, Korea Selatan merasa terancam. Kini, kabar terbaru menyebutkan bahwa Korea Selatan tengah mempertimbangkan untuk meningkatkan program pertahanan tiga kali lipat dengan membangun kapal selam bertenaga nuklir secara independen. Selain itu, pengembangan satelit pengintai juga dikembangkan dalam rangka melawan ancaman tetangganya.

Pada pertemuan bilateral kedua mereka pada Kamis lalu bersama Presiden AS Donald Trump, Presiden Moon Jae-in berkomitmen memperkuat postur pertahanan gabungan antar AS-Korsel untuk menghadapi ancaman nyata DPRK melalui akuisisi dan pengembangan aset militer. Di dalam negeri, Korsel akan mengembangkan pergelaran aset strategis di sekitar Korea Selatan.

Seperti dikutip Sputnik, seperti pertemuan tersebut Trump mengatakan bahwa dirinya merasa terhormat berbicara dengan Moon dan bersepakat bahwa krisis Korea Utara yang tengah berlangsung merupakan isu terpenting yang harus segera ditangani.

“Saya mengizinkan Jepang dan Korea Selatan untuk membeli sejumlah peralatan militer yang sangat canggih dari Amerika Serikat,” kata Trump dalam sebuah cuitannya di Twitter miliknya. Cuitan pada 5 September ini dikeluarkan Trump menyusul Pyongyang berhasil menguji sebuah bom hidrogen yang dapat dibawa terbang rudal balistik antar-benua atau ICBM.

Moon, sejak kampanye kepresidennya telah berulang kali menegaskan bahwa Korea Selatan membutuhkan kapal selam bertenaga nuklir dan berjanji akan melakukan upaya revisi kesepakatan kerjasama nuklir dengan Amerika.

Lebih lanjut, bahkan sebelum Moon bertemu Trump, JoongAng Albo mengutip pejabat senior pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa Seoul dan Washington telah bersepakat secara prinsip untuk membiarkan Korea Selatan membangun kapal selam bertenaga nuklir. Kendati laporan ini kemudian disanggah, tetapi seorang pejabat senor kementerian pertahanan Korea Selatan mengatakan kepada Yonhap News bahwa daripada membeli kapal selam dari AS, Korea Selatan lebih baik membangun dan mengembangkannya secara mandiri. Sebab, para ahli yakni bahwa Korea Selatan memiliki kemampuan untuk melakukannya.

“Korea Selatan dapat membangun kapal selam bertenaga nuklirnya sendiri jika membuat reaktor SMART, yang dikembangkan oleh Korea Atomic Energy Research Institute,” kata Moon Keun-shik, seorang pensiunan kapten Angkatan Laut Korea Selatan. “Dalam hal ini, Korea Selatan bisa meluncurkan kapal selam nuklirnya sendiri dalam jangka waktu lima tahun,” tambahnya.

Namun, untuk meluncurkan kapal selam bertenaga nuklir secara mandiri, Seoul setidaknya harus menyediakan biaya sebesar satu triliun won (880 juta dolar), ditambah biaya perawatan tahunan yang tentu tak sedikit, serta menjamin pasokan bahan bakar nuklirnya agar bisa stabil.

Soal pengembangan kapal selam, Korea Selatan tentu telah membuktikan kemampuannya. Pada 28 Agustus lalu, perusahaan Korea Selatan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) berhasil menjual kapal selam bernama Hull No 7712 ke Indonesia. Di Indonesia, kapal selam ini diberi nama KRI Nagapasa 403 yang cukup canggih.

Setelah sukses memproduksi kapal selam Hull No 7712, perusahaan lain Korea Selatan yakni Hyundai Heavy Industries (HHI) meluncurkan kapal selam bertenaga diesel kesembilan KSS-2 kelas 214. Kapal selam produksi HHI ini diberi nama Sin Dol-Seok seberat 1.800 ton dan telah diluncurkan pada 7 September lalu dalam sebuah upacara yang digelar di galangan kapal HHI di Ulsan. Muatan kapal selam Sin Dol-Seok lebih canggih dari Hull No 7712 yang sebelumnya dikirim ke Indonesia.

Selain kapal selam bertenaga nuklir, Korea Selatan kini dilaporkan telah siap mengeluarkan lebih banyak uang untuk membangun satelit pengintai dan pesawat tak berawak berteknologi tinggi. Sekali lagi, Korea Selatan berencana membangun satelit ini secara mandiri. Sebab, saat ini militer Korea Selatan bergantung pada AS untuk informasi satelit mengenai markas rudal dan situs uji coba nuklir Korea Utara.

Strategi “three axis defense platform” Korea Selatan pertama kali diluncurkan pada akhir 2016 lalu yang melibatkan tiga elemen penting seperti The Kill Chain pre-emptive strike, Korean Air and Missile Defense (KAMD), dan skema Korea Massive Punishment and Retaliation (KMPR). (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Exit mobile version