Gaya Hidup

Kontemplasi Cinta Pra Nikah

NUSANTARANEWS.CO – Ada tren baru di Jepang, tren menikah dengan teman sendiri. Di Indonesia barangkali tidak sedikit orang yang juga menikahi temannya sendiri. Beda kasus, jika orang jepang menikahi temannya sendiri karena sudah putus asa untuk mencari pasangan hidup yang cocok. Sedangkan di Indonesia, menikah dengan teman sendiri karena sudah cocok dan saling cinta.

Bagaimana Anda bisa membayangkan, hidup dalam hubungan suami istri yang tidak didasari rasa cinta. Ya, cinta. Kendati bagi sebaian orang, cinta yang romantis hanyalah sisa impian manusia purba. Namun, betapa pentingnya rumah tangga itu. So, menikah bukan urusan sepele. Dan cinta adalah keniscayaan yang dibutuhkan setiap pasangan baik lelaki maupun wanita sejak sebelum nikah.

Tidakkah kita akrab dengan pernyataan bahwa menikah butuh persiapan lahir dan batin. Perisapan bisa dimulai dengan saling mengenal satu sama lain. Sebab inti dari pernikahan adalah menyongsong kebahagiaan sejati di dalam berkehidupan.

Ada fakta yang dapat dijadikan bahan merenung sebelum menikah. Fakta ini merupakan hasil telaah dan penelitian yang dilakukan oleh Mike Nudelman yang dihimpun sesuai temuan ilmu sosial dan diturunkan oleh Business Insider UK.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Pertama, menikah di usia 23 ke bawah apalagi terbilang sangat muda, hasil penelitian menyebutkan lebih rawan terjadi perceraian. Sebuah Studi Universitas Pennsylvania pada tahun 2014 menemukan bahwa, masyarakat Amerika yang hidup bersama atau menikah di usia 18 tahun ternyata memiliki tingkat perceraian tinggi dengan persentase 60 %. Sedangkan yang menikah di usia ke-23 relatif lebih kecil kemungkinan terjadi perceraian, hanya 305 jumlahnya.

Di Indonesia relatif besar angka pernikahan di usia muda, khususnya di daerah-daerah pedalaman. Namun untuk jumlah perceraiannya belum dihimpun oleh nusantaranews. Namun, idealnya di Indonesia pernikahan dilangsungkan di usia antara 23 hingga 26 tahun. Untuk itu, masa perkenalan masing-masing pihak sebelum menikah menjadi penting, supaya satu sama lain bisa saling memahami, menghargai, mendukung, dan akhirnya dapat menentukan visi rumah tangga yang sama. Sebab cinta tidak cukup tanpa visi untuk membangun rumah tangga.

Kedua, Idealnya menjalani masa pacaran cukup satu tahun. Menurut psikolog Monmouth University Gary W. Lewandowski Jr. seperti dikutip Mike Nudelman dalam independet jalinan asmara bisa dilakukan selama bulan madu pasca menikah. Sebagaimana bulan madu, sepasang kekasih yang menjalani masa pacaran meang memiliki “tingkat gairah cinta yang tinggi” dan “tekanan perasaan yang intens penuh ekstasil, serta menggebunya cita-cita”, namun itu tidak akan berlangsung lama.

Baca Juga:  Rekomendasi Playsuit Serene Untuk Gaya Santai Trendy

Ketiga, setelah menikah Anda sadar Anda tidak sendirian. Menyegerakan pernikahan bisa membuat Anda lebih berarti hidup bersama pasangan Anda. Berlama-lama menjalani hubungan percintaan memang indah dan penuh dengan romantisme. Namun, Anda akan benar-benar menyadari betapa penting dan berharganya pasangan Anda ketika Anda sudah menikah. Manfaatnya setelah Anda menikah, Anda akan memiliki kesadaran lain, yaitu lahirnya prioritas dan toleransi yang berbeda misalnya, menentukan perbuatan yang harus dilakukan atau tidak.

Keempat, menjalin hubungan sebelum menikah dapat melatih diri dengan saling bertukar kabar baik. Dalam beberapa penelitian disebutkan, pasangan yang lebih aktif memberi kabar baik pada pasangannya dapat mendukung kebahagiaan dan kesejahteraan di dalam rumah tangga.

Kelima, pernikahan yang didasari oleh jalinan asmara dengan pasangan yang mulanya adalah seorang sahabat disebut meningkatkan kebahagiaan berumah tangga. Sebagaimana yang disimpulkan dalam penelitian tahun 2014 oleh National Bureau of Economic bahwa, persahabatan bisa membantu menjelaskan hubungan kausal antara pernikahan dan kepuasan hidup.

Baca Juga:  Rekomendasi Playsuit Serene Untuk Gaya Santai Trendy

Keenam, lebih tinggi jarak usia, lebih tinggi pula tingkat perceraiannya. Sebuah studi Emory University menemukan bahwa pasangan dengan perbedaan usia lima tahun adalah 18 persen lebih mungkin untuk bercerai. Sedangkan yang menikah dengan perbedaan sampai 10-tahun, 39 persen lebih mungkin untuk bercerai.

Ketujuh, masa pacaran masa yang baik untuk belajar melakukan hal bersama-sama. Seperti yang disebutkan Mike Nudelman bahwa, pasangan akan terjangkit penyakit benci ketika tugas-tugas rumah tangga tidak dilakukan secara bersama-sama. Di Amerika, lebih dari 60% masyarakat yang menyatakan bahwa merawat tugas memainkan peran penting dalam memiliki pernikahan yang berhasil. (kiana/red-02)

Related Posts

1 of 5