KolomOpiniPolitik

Konsepsi Untuk Presiden RI 2019-2024: Membangun Indonesia Berbasis HAM

Natalius Pigai, Kritikus, Aktivis, dan mantan Komisioner Komnas HAM. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Natalius Pigai, Kritikus, Aktivis, dan mantan Komisioner Komnas HAM. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

Oleh: Natalius Pigai*

NUSANTARANEWS.CO – Pada saat ini bangsa Indonesia berada di abad ke-21 yang disebut milenium Hak Asasi Manusia (human right millennium) dimana setiap Negara diwajibkan untuk menerapkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembangunan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Pembukaan Konsistitusi Dasar (Deklarasi Universal) Hak Asasi Manusia telah menegaskan 3 kewajiban utama negara yaitu: 1) Negara wajib melindungi hak asasi manusia (obligation to protect on human right); 2) Negara wajib memenuhi kebutuhan hidup warga negara (obligation to fulfill on human right need); dan 3) Negara wajib menghormati Hak Asasi Manusia (respect to human right).

Sejak Indonesia Merdeka para pendiri bangsa telah meletakan prinsip pembangunan berbasis Hak Asasi Manusia dalam 3 sumber kekuasaan yaitu; 1). landasan idil Pancasila melalui nilai-nilai universalitas tentang Ketuhanan, Kemananusiaan, Kebersamaan, Demokrasi dan Keadilan. 2). Landasan Konstitusional (UUD 1945) dalam batang tubuh. 3) Berbagai peraturan perundangan sebagai landasan kerja.

Tugas pokok dan fungsi adanya Negara adalah untuk membangun Hak Asasi Manusia, maka adalah tepat ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk mentapkan aspek Hak Asasi Manusia menjadi tema dalam Debat Putaran I Calon Presiden 2019 pada tanggal 17 Januari 2019 mendatang.

Membahas tentang HAM dalam debat Capres kali ini justru menjadi beban berat bagi Joko Widodo sebagai Calon Presiden Petahana 2019. Kekuatan elektoral Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2014 adalah kelompok sivil society, kaum intelektual serta komunitas korban pelanggar HAM bersatu kapitalitasi persoalan HAM dengan ekspektasi yang tinggi ketika Jokowi menegaskan persoalan HAM dalam cita-cita Nawacita 2014-2019. Oleh karena itu, Pilpres 2019 ini justru Joko Widodo mengalami kesulitan meyakinkan keluarga korban, sivil society, kaum intelektual dan rakyat Indonesia karena selama 5 tahun Joko Widodo belum menunjukkan kemajuan. Apalagi Komnas HAM RI tahun 2018 telah memberi Nilai Raport Merah atas kegagalan kepemimpinan Joko Widodo bidang HAM. Maka Joko Widodo yang akan tampil di Televisi ditonton jutaan rakyat yang tentu saja bisa memberi alasan-alasan logis responsibel.

Baca Juga:  Oknum Ketua JPKP Cilacap Ancam Wartawan, Ini Reaksi Ketum PPWI

Berbeda dengan Calon Presiden Prabowo Subianto yang justru akan tampil tanpa beban dan penuh optimisme. Ada 5 faktor yang memberi posisi Prabowo berada di atas Joko Widodo:

1. Prabowo telah terbiasa menghadapi serangan terkait HAM saat Debat Pilpres pada tahun 2009, tahun 2014 dan siap menghadapi tahun 2019.

2. Prabowo bukan Petahana sehingga tidak terbebani janji.

3. Belum pernah ada rilis resmi dari Komnas HAM maupun keputusan pengadilan yang menyatakan secara sah dan meyakinkan Prabowo tersangka, terdakwa atau juga terpidana.

4. Prabowo dan Gerindra telah terbukti menjadi mesin utama perubahan, penyeimbang kekuasaan dengan tetap mempertahankan kedigdayaan sipil, demokrasi, hak asasi manusia, perdamaian dan keadilan sebagai pilar-pilar penting negara demokrasi yang berwibawa dan bermartabat.

5. Prabowo tentu menyampaikan optimisme dan prospek pembangunan Indonesia berbasis HAM.

Prabowo dan Jokowi perlu memberi penjelasan dengan membangun narasi dengan diksi yang tepat, dengan bahasa yang berorientasi pada harapan untuk mencari jalan keluar penyelesaian berbagai persoaln yang membelit bangsa Indonesia. Persoalan di negeri ini yang terkait Hak Asai Manusia sangat kompleks antara lain:

Baca Juga:  Ketum Gernas GNPP Prabowo Gibran, Anton Charliyan berbaur dalam Acara Kampanye Akbar di GBK Senayan

1. Peristiwa yang melibatkan aktor Negara (state actors) seperti 11 kasus dan Prospek Perdamaian Papua dengan mencari jalan keluar yang tepat, terukur dan penyelesaian secara bermartabat. Ada tiga jalan penyelaian persoalan yang perlu ditempuh yaitu; Peradilan (judicial), di luar peradilan (rekonsiliasi dan perdamaian) bisa dilakukan dengan pembuktian kebenaran dan tanpa pembuktian kebenaran tergantung pada kasus. Ada kekerasan HAM yang melibatkan aktor Negara seperti Kekerasan dan Pelayanan Aparat Penegak Hukum, memastikan adanya Kebebasan Sipil (civil liberties, kebebasan demokrasi, kebebasan pers.

2. Meniadakan kekerasan aktor non negara (non state actors) seperti Konflik Sosial (SARA), kejahatan Koorporasi (Sumber Daya Alam, Agraria dan sektor Hubungan Industrial).

3. Memastikan jaminan perlindungan warga Negara dari ancaman luar (external treath) baik konvensional maupun proxy dan gangguan keamanan (internal order) tentu dengan pendekatan kooperatif, dialogis, manusiawi dan bermartabat dan resiprositas. Ketiga aspek di atas menegaskan adanya kehadiran Negara atau Jaminan Perlidungan HAM terhadap Warga Negara sebagai salah satu kewaijiban Negara (state obligation to protection on human right).

Membangun Indonesia berbasis HAM tidak hanya terbatas pada aspek perlidungan terhadap warga Negara dari ancaman tetapi juga menyusun rancang bangun pembangunan nasional yang berorientasi pada terpenuhinya seluruh aspek kebutuhan hidup warga Negara baik Sandang, Pangan dan Papan. Terpenuhinya kebutuhan hidup warga Negara tercermin pada kebijakan yang berorientasi pada peningkatan Indeks Kecukupan Pangan sebagai Kebutuhan Primer (Rakyat Indonesia Harus Kenyang), Peningkatan Derajat Kesehatan (Rakyat Indonesia Harus Sehat) dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia yaitu Pengetahuan, Ketrampilan dan Mentalitas (Rakyat Indonesia Harus Pintar).

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

Selain itu, Indikator HAM terpenting dalam pembangunan adalah membangun kesadaran HAM dan Partisipasi Warga Negara dalam pembangunan. Warga Negara mesti menjadi subjek pengambilan keputusan dan pembangunan. Adanya pembangunan rakyat semesta dapat menekan kuatnya dominasi, penetrasi dan hegemoni negara dan swasta, juga memutus penumpuknya kekayaan akibat oligopoli dan monopoli jika komprador antara Negara dan Swasta dibiarkan.

Demikian beberapa butir pikiran yang tentu saja tulisan ini meskipun penjelasan singkat, namun isinya tergambar secara utuh Problematika HAM di Indonesia dengan pisau analisa berpedoman pada 2 pilar utama HAM sesuai DUHAM yaitu Hak Sipil dan Politik (UU Nomor 12 tahun 2005) dan Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya (UU Nomor 11 tahun 2005) untuk dikembangkan sebagai wacana Membangun Indonesia Berbasis Hak Asasi Manusia . Semoga bermanfaat.

Jakarta, 11 Januari 2019

*Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM 2012-2017, Aktivis Kemanusiaan

Related Posts

1 of 3,187