Berita UtamaFeaturedPolitik

Konflik Myanmar, Indonesia Patut Kedepankan Rasionalitas dan Tidak Emosional

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Konflik Myanmar yang berbau SARA adalah realitas terbaru yang mengusik hati dan rasa kemanusiaan. Tindakan diskriminatif terhadap warga Rohingya yang tak dianggap sebagai warga negaranya telah menuai kritik tajam dan kecaman dari berbagai pihak baik dunia internasional maupun dalam negeri Indonesia. Tetapi benarkah harus disikapi secara emosional dan kemarahan yang membabi-buta?

Sebagai negara sesama negara ASEAN, Indonesia tentu tak boleh menutup mata dari konflik kemanusiaan di Myanmar. Tetapi, patut dikedepankan cara berpikir rasional dan komprehensif menyikapi peristiwa kemanusiaan tersebut supaya diperoleh penyelesaian secara menyeluruh serta dipandang dalam berbagai aspek.

Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati menuturkan, Indonesia tidak perlu gegabah dalam menyikapi konflik berdarah di Rakhine, Myanmar barat laut yang telah menewaskan hampir 400 orang selama sepekan terakhir.

“Indonesia tidak harus memutuskan hubungan dengan pemerintahan resmi Myanmar. Justru kita harus lakukan bench marking dengan kejadian tersebut untuk ketahui embrio kejadian lengkap dengan info intelijen terkait ancaman tantangan hambatan dan gangguan (ATHHG) terkait peristiwa itu,” kata Susaningtyas, Jakarta, Jumat (1/9/2017).

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Menurutnya, hal ini penting bagi Indonesia untuk diketahui, siapa tahu saja apa yang terjadi di Myanmar bisa terjadi di tanah air jika ada kemiripan unsur kejadian.

“Model pemicu perlu mendapat atensi. Hal ini hanya bisa dilakukan bila tetap ada hubungan bilateral resmi dengan pemerintah Myanmar yang sah,” katanya.

Jika bertindak gegabah dan emosional Dengan cara memutuskan hubungan diplomatik serta mengusir Dubes Myanmar dari Indonesia, lantas bagaimana pemerintah bisa mengambil perannya? Dan patut diingat bahwa dulu musuh komunis yang di hadapi ASEAN adalah Vietnam, Kamboja, dan Laos yang kini telah menjadi anggota. Termasuk bergabungnya Myanmar yang mengakhiri puluhan tahun isolasi, yang mengundang reaksi kecaman dari blok Barat. Namun sekali lagi, ASEAN berhasil meletakkan dasar bagi transisi demokratis di Myanmar tanpa kekerasan.

Sebuah catatan menarik bila kita mengingat gagasan NASAKOM Bung Karno yang terimplementasi dalam bentuk kerjasama multilateral negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN tersebut. Dan keberhasilan ASEAN menjaga stabilitas kawasan tentunya tak dapat dipungkiri berkat kepiawaian Indonesia dalam menggagas dan mendorong musyawarah mufakat dalam menyelesaikan permasalahan ASEAN yang begitu kompleks sehingga dijadikan dasar dalam setiap penyelesaian konflik. Dan sampai saat ini, di usianya yang sudah menapaki separuh abad, stabilitas dan perdamaian di ASEAN sangat mengagumkan jika dibandingkan blok-blok lain di dunia.

Baca Juga:  Diduga Korupsi Danah Hibah BUMN, Wilson Lalengke: Bubarkan PWI Peternak Koruptor

“Dengan kita tetap menjaga hubungan diplomasi dengan Myanmar maka keberlangsungan peran pemerintah Indonesia untuk membantu umat Islam di Rakhine pun agar tetap terjaga,” tegas wanita yang akrab disapa Nuning ini.

Banyak pihak yang mendesak pemerintah memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar sebagai bentuk kegeraman terhadap sikap dan tindakan pemerintah negara itu yang mempertontonkan kekerasan, kekejaman dan kebengisan terhadap warga Rohingya di Rakhine. Ini menjadi krisis kemanusiaan cukup serius, khususnya di negara kawasan Asia Tenggara.

Pewarta/Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 13