InspirasiKreativitas

Komunitas ToréMaos Jajakan Perpustakaan Kokektif untuk Masyarakat

NUSANTARANEWS.CO – Minat baca masyarakat di Indonesia setiap tahun senantiasa dibicarakan, khususnya di Hari Aksara Internasional. Dimana Sampai detik ini, minat baca masyarakat Indonesia dinilai masih sangat minim. Situasi yang masih memperihatinkan beberapa tahun terakhir memicu kutubuku untuk menggerakkan badan sebagai aktivis literasi atau penggerak keberaksaraan langsung ke masyarakat.

Taman Bacaan Maysarakat (TBM) dengan beragam istilah lainnya dibentuk dan dioperasikan, demi mengentaskan buta huruf dan meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satunya di daerah yang dijuluki pulau garam, lebih spesifik lagi disebut kota penyair, yaitu kabupaten Sumenep, Madura. Di ujung Timur pulau Madura, muncullah seorang penggerak literasi, Ragil Cahya Maulana namanya.

Pada mulanya, dia perihatin dengan masyarakat di lingkungannya. Dimana minat baca masyarakat begitu minim. Inspirasi pun muncul bersama buku-buku di perpustakaan pribadinya. Maka dibentuklah Komunitas ToréMaos untuk menjajakan perpustakaan kolektif, yaitu baca buku gratis yang diantar langsung ke tempat-tempat dimana masyarakat melakukan aktivitas di hari minggu.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

ToréMaos, begitu kami menamai gerakan ini, berangkat dari asumsi bahwa minat baca ada dan berlipat ganda. Dari asumsi semacam itu kami mengajak sesama warga masyarakat Sumenep untuk ikut terlibat membangun ketertarikan, kebiasaan, dan kemampuan membaca (buku),” tutur Ragil kepada nusantaranews, Kamis (8/9).

Menurut Ragil, Langkah awal dari gerakan ini adalah menghimpun pustakawan. Sebagai basis gerakan, imbunya, pustakawan bukan hanya orang yang secara lehal bekerja di lembaga perpustakaan milik pemerentah, tapi lebih luas lagi yakni, setiap warga yang hidup berjalin-kelindan dengan pustaka dan menekuni aktivitas membaca.

“Selanjutnya pustakawan bergerak mengedarkan buku-buku ke ruang publik. Setiap hari Minggu, kami meruang di Taman Adipura. Taman kota yang berhadap muka dengan Masjid Jamik Sumenep itu kami rasa adalah lahan yang cucok untuk menebar bibit-bibit ketertarikan membaca pada warga. Di sana kami menggelar buku-buku dan warga bisa salig tukar-pinjam bahan bacaan tanpa harus berhadapan dengan birokrasi yang ribet,” terangnya.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Lebih lanjut Ragil mengungkapkan bahwa, selain mempermudah akses publik terhadap bahan bacaan, Komunitas ToréMaos juga hendak menciptakan kebiasaan membaca yang menyenangkan.

“Kami rasa membaca di dalam gedung bersama rak-rak berdebu beraroma masa lalu dan berkawan sunyi sepi bak pertapa bukanlah sesuatu yang menarik untuk diteruskan apalagi dikampanyekan. Membaca harus menjadi aktivitas yang menyenangkan,” katanya lagi.

Di Taman Adipura, tutur dia, warga Sumenep bisa membaca buku sambil menikmati suasana rekreasi, bisa sambil bincang-bincang santai atau sambil leha-leha setelah main sepatu roda.

“Ruang publik juga memudahkan kami membangun interaksi antarpembaca. Interaksi itu dapat berupa sepik-sepik woles antarpembaca soal buku yang telah mereka lahap. Dalam proses interaksi inilah pustakawan berperan: ia tak hanya menjadi babu administrasi yang kerjanya cumak menata dan mendata buku-buku, tapi juga mendiskusikannya dengan pembaca,” ucapnya menjelaskan sembari menegaskan bahwa, untuk kerja literasi semacam itu pustakawan tidak boleh tidak mesti seorang pembaca yang tekun.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

“Meruang di Taman Adipura hanya cerita awal mula. Ke depan kami berencana untuk bergerak mengedarkan buku-buku ke ruang publik yang lain. Pustakawan tidak hanya bekerja seperti katak dalam tempurung, ia mestilah aktif-prohresif bergerak menjumpai beraneka ragam massarakjat (calon) pembaca di berbagai ruang-ruang sosial,” ujarnya.

Ragil juga berharap supaya bisa baku bantu dengan komunitas atau kelompok literasi lain yang sudah lebih dulu bergerak entah itu di Sumenep, entah itu di Madura, di Indonesia atau bahkan di lingkup internasional. “Sebab, gerakan semacam ini bukanlah sesuatu yang laik untuk dijalani sendirian. Pustakawan seluruh negeri, bersatulah!” tandasnya.

Sebagai informasi, ToréMaos adalah dua suku kata dalam bahasa Madura yang digabung. ToréMaos terdiri dari  kata Toré (mari/ayo) dan Maos (baca/membaca). Jadi komunitas ToréMaos adalah Komunitas Mari Membaca. (Sulaiman)

Related Posts

1 of 5