HukumPolitik

Kompetisi Perwira Tinggi Polri dan Eksekutif Sangat Berbeda

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Perwira Polri memiliki kompetensi sangat berbeda dengan penyelenggara negara termasuk eksekutif. Perwira atau Petinggi Polri memiliki kompetensi hanya bidang ketertiban masyarakat atau insani sebagai bagian keamanan nasional. Keamanan nasional hanya satu bidang urusan pemerintahan.

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat.

Intinya, fungsi Kepolisian hanya satu urusan pemerintahan, yakni bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

Hal itu diutarakan pengamat dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap, Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Sedangkan Gubernur, kata dia, harus memiliki kompetensi bukan saja urusan keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga urusan sosial perekonomian, perdagangan, UKM dan Koperasi, investasi daerah, penganggaran, sosial budaya seperti kesehatan dan pendidikan bahkan lingkungan hidup.

Perwira Polisi, apalagi masih aktif, pasti tidak memiliki kompetensi baik dari sisi pengetahuan, unjuk kerja bahkan kepemimpinan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan rakyat.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

Karena pada prinsipnya dari politik pemerintahan Perwira Polri tidak kompeten dan tidak layak menduduki jabatan kekuasaan negara seperti Gubernur, maka kebijakan penunjukkan dua Petinggi Polri sebagai Pejabat Gubernur kini dalam isu politik nasional, menjadi tidak efektif dan efisien bahkan bertentangan dengan prinsip demokratisasi dan reformasi.

“Kita dalam perjalanan mundur ke belakang bagaikan era Orde Baru. Kalau pada era Orde Baru ada dwifungsi ABRI, kini muncul pula dwifungsi Polri. Menyedihkan tentunya bagi pelaku pro demokrasi,” jelas peneliti senior ini.

Kemudian dari sisi regulasi, para pengamat politik pro demokrasi menilai rencana penunjukan Petinggi Polri ini berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts