NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komitmen turunkan emisi gas rumah kaca. Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugeng Hariyono mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker pada diskusi publik Penguatan Peran Daerah dalam Mendukung Percepatan Transisi Energi di Indonesia yang disiarkan melalui akun Youtube milik Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Bangda Kemendagri pada Kamis (10/2).
“Upaya penurunan emisi gas rumah kaca ini akan dilakukan melalui beberapa langkah strategis di antaranya meliputi pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, konservasi energi, serta penerapan teknologi bersih,” ungkap Sugeng.
Sugeng menjelaskan, sektor energi merupakan kontributor perubahan iklim yang paling dominan, yang menyumbang hampir 90 persen dari emisi CO2 secara global. “Di Indonesia sendiri, sektor energi merupakan kontributor emisi terbesar kedua setelah sektor lahan dan hutan, serta diproyeksikan akan menjadi kontributor utama apabila laju pertumbuhan emisinya tidak diintervensi,” imbuh Sugeng.
Di sisi lain, ia menambahkan, transisi energi pada prinsipnya ditandai oleh adanya pergeseran sektor energi global dari sistem produksi dan konsumsi energi berbasis fosil yang meliputi minyak, gas alam, dan batu bara ke sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, dan air.
“Kesadaran akan pentingnya transisi energi ini merupakan respons dari adanya fenomena perubahan iklim ekstrem yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Salah satu dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat dunia saat ini adalah pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20 hingga saat ini,” kata Sugeng.
Untuk memenuhi komitmen penurunan emisi gas rumah kaca, pemerintah telah mempunyai landasan hukum di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Secara khusus, UU tersebut telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyusun Kebijakan Energi Nasional dan Rencana Umum Energi Nasional, serta kepada pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Umum Energi Daerah.
“Sesuai dengan amanat Undang-Undang tersebut, pemerintah telah menyusun Kebijakan Energi Nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014. Berkaitan dengan kebijakan transisi energi, secara khusus pada PP ini telah ditetapkan target bauran energi baru dan terbarukan pada 2025 paling sedikit sebesar 23 persen dan pada 2050 paling sedikit 31 persen,” ungkapnya.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari Kebijakan Energi Nasional sekaligus memenuhi amanat UU Nomor 30 Tahun 2007, pemerintah telah menetapkan Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017.
Sugeng mengatakan dari 34 provinsi, saat ini sudah ada 22 provinsi yang telah menyusun Rencana Umum Energi Daerah atau RUED yang secara substansial disusun dengan mengacu pada RUEN. RUED merupakan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah di sektor energi berdimensi waktu hingga 2050, yang legalitasnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
Sementara itu, berdasarkan pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tercantum pada lampiran UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral, khususnya pada suburusan energi baru terbarukan masih relatif terbatas.
Keterbatasan kewenangan akan menjadikan daerah mempunyai gerak langkah yang terbatas dalam pengembangan program dan kegiatan terkait. Sebab, keterbatasan kewenangan berkorelasi langsung dengan keterbatasan alokasi program anggaran sebagai dasar untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kemendagri telah melakukan fasilitasi penyusunan Rancangan Perpres tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang ESDM pada Subbidang Energi Baru Terbarukan. Rancangan Perpres tersebut pada prinsipnya dimaksudkan untuk penguatan kewenangan daerah provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi baru dan sumber daya mineral subbidang energi baru terbarukan.
“Melalui penguatan kewenangan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi, khususnya target porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” jelas Sugeng.
Selain Sugeng, diskusi publik yang dipandu oleh Jurnalis Harian Kompas Aris Prasetyo itu juga menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti, Sekretaris Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Sahid Junaidi, Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat Slamet Mulyanto, Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur Christianus Benny, serta Anggota Dewan Pengarah BRIN Tri Mumpuni. (Red)
Sumber: Puspen Kemendagri