NUSANTARANEWS.CO, Sumenep – Sejumlah pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor melayangkan protes terhadap hasil Konferensi Pimpinan Cabang (Konfercab) GP Ansor Kabupaten Sumenep yang digelar di Pondok Pesantren Putri 1 Al-Amien Prenduan, karena dinilai cacat hukum, pasalnya tidak mematuhi Peraturan Organisasi (PO) dan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) Ansor. 20/10/2024.
Menurut Muhammad Rasyidi Rasyidi, ketua PAC GP Ansor Kecamatan Dungkek, ada tiga persoalan mendasar yang membuat Konfercab GP Ansor Sumenep dan segala keputusannya harus dibatalkan demi hukum. Pertama, sidang yang dipimpin oleh Abdussalam dan Zulkarnain Mahmud dinilai tidak mematuhi Peraturan Organisasi (PO) dan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) Ansor.
“Sidang konferensi kali ini telah cacat secara hukum, sebab pimpinan sidang tidak mau menerima interupsi untuk meninjau kembali hasil pra konferensi di mana ada keputusan yang menabrak PO dan PDPRT. (Tepatnya) pada poin persyaratan calon,” kata Rasyidi.
Dalam tatib tertulis bahwa kader berhak mencalonkan diri jika didukung paling sedikit oleh 10 PAC dan 75 Ranting dibuktikan dengan rekom. Padahal menurutnya, jika mengacu pada PO dalam pasal 5 ayat E nomor 4 diterangkan bahwa Pimpinan Cabang (PC) yang memiliki 21-30 PAC, maka kader Ansor berhak mencalonkan diri cukup dengan didukung oleh 4 PAC dan 20 ranting.
Akibat pembegalan konstitusi itu, salah satu bakal calon Ketua PC GP Ansor Sumenep tidak bisa mengikuti pemilihan. Padahal seharusnya, Harir cukup syarat untuk ikut berkontestasi. Rasyidi menilai, pimpinan sidang sengaja menabrak PO dan PD/PRT untuk menjegal Harir.
“Maaf sahabat-sahabat, jika sikap saya terkesan tidak baik. Tapi saya benar-benar kecewa, bukan persoalan harus Harir yang menang. Karena bagi saya tidak ada soal siapapun yang jadi,” ungkap alumnus Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk tersebut.
“Saya hanya ingin tatib dikembalikan sesuai dengan PO. Sebab di PD/PRT sudah dijelaskan pada pasal 4 tentang hak dan kewajiban peserta, bahwa wajib hadir dan mematuhi tatib selama tidak bertentang dengan PO dan PD/PRT,” jelasnya.
Kedua, Qumri Rahman yang mencalonkan kembali sebagai Ketua PC diduga tidak memenuhi syarat pencalonan. Sebab menurut Rasyidi, Qumri tidak pernah ikut pelatihan kader lanjutan (PKL). Sementara Qumri melampirkan sertifikat PKL Sumenep yang digelar pada 2016. Padahal saat itu, Qumri tidak menjadi peserta PKL.
Ketiga, seharusnya Qumri tidak bisa mencalonkan lagi Ketua. Sebab menurut Rasyidi, Qumri gagal memimpin PC GP Ansor Sumenep selama empat tahun terakhir. Salah satu bukti kegagalannya, secara standarisasi organisasi yang sehat dalam PD/PRT diterangkan pada pasal 9 ayat 1, bahwa PC GP Ansor Sumenep yang berada dalam klaster 1 harus melaksanakan PKL minimal 1 kali dalam satu tahun. Sementara PC GP Ansor Sumenep sejak dipimpin Qumri mulai 2020 lalu belum pernah menggelar PKL.
“Dan masih banyak lagi kegagalan secara standarisasi organisasi, termasuk adalah mencegal kadernya untuk mencalonkan diri sebagai ketua dengan berbagai cara. Salah satunya seperti yang dilakukan di atas, tatib sengaja dibuat menabrak PO, pimpinan sidang memihak dan lain sebaginya,” tegasnya.
Atas kejanggalan itu, sembilan PAC menyatakan walk out (WO) dari forum Konfercab. Tapi sayang, adanya WO itu justeru tidak diperhatikan oleh pimpinan sidang. Sidang tetap dilanjut dan menetapkan kembali Qumri sebagai Ketua PC GP Ansor Sumenep meski dinilai melanggar PO dan PD/PRT Ansor.
Karena itulah, dia berharap agar Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor membatalkan hasil Konfercab dan memberi sanksi kepada dua pimpinan sidang yang diutus memimpin Konfercab Sumenep. (mh)