EkonomiInspirasi

Kisah Sukses Seorang Mahasiswa Mengolah Batok Kelapa

NUSANTARANEWS.CO – Kisah Sukses Seorang Mahasiswa Mengolah Batok Kelapa. Anggapan sebagian orang bahwa batok adalah limbah serta tak memiliki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari salah besar. Jika orang mau berpikir kreatif dan inovatif, batok justru akan menjadi sesuatu yang istimewa untuk kepentingan usaha ekonomi. Sebab, ketika batok dijadikan sebagai sebuah produk kerajinan malah akan memiliki nilai jual tinggi.

Hal ini memberikan sebuah pelajaran penting bahwa pohon yang tumbuh di sekitar kita pada prinsipnya memiliki daya guna yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup, termasuk dalam urusan pengembangan ekonomi kreatif. Ambil contoh misalnya pohon kelapa, batang pohonnya bisa digunakan sebagai bahan bangunan, daunnya bisa dimanfaatkan untuk membuat kerajinan; ketupat misalnya. Sementara buah kelapa, kegunaannya sungguh teramat banyak. Tak terkecuali batok kelapa.

Siapa sangka batok kelapa yang biasanya hanya dibuang dan tidak memiliki nilai tambah, namun di tangan Aldy Kosim Mauludi diubah menjadi duit. Sadar akan peluangnya yang cukup menjanjikan, Aldy mulai merintis usaha arangnya dari batok kelapa sejak 2006 silam. “Saat itu masih duduk di SMP kelas 3,” ujar Aldy kepada nusantaranews.co di kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Kamis (2/6/2016).

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

Aldy bercerita, sejak 2010 dirinya mantap untuk memproduksi arang batok kelapa. Setelah melihat peluangnya cukup besar, baik untuk memenuhi konsumsi dalam negeri maupun luar negeri Aldy pun melanjutkan usahanya tersebut. “Untuk ekspor saja 4,5 ton per minggu,” ujar pemuda 22 tahun itu.

Mahasiswa semester 8 Unkris itu hingga kini masih berkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan sekitar area Bekasi dengan jumlah produksi rata-rata 1 ton per harinya. Arang dibuat di Cileungsi, Bogor kemudian didistribusikan ke sejumlah rumah makan yang ada di sekitar Bekasi dan Bogor. “Saya men-suplay 40 rumah makan, paling besar kebutuhanya di Sea Food Pelangi dam Sea Food 27, 1 hari pemakaianya bisa 2-3 kwintal,” terang Aldy.

Aldy yang merupakan mahasiswa jurusan ekonomi menceritakan modal produksi arang dari batok kelapa sebesar Rp 1.100.000. Sementara, penjualannya bisa mencapai Rp 1.600.000. Kendati dibilang cukup sukses, Aldy mengeluhkan dua kendala utamanya, yakni kesulitan bahan baku dan pelanggan yang mengutang arangnya.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Kesulitan bahan baku, kata Aldy, membuat dirinya tidak bisa ekspansi produk arangnya. Sedangkan keluhan keduanya menyebabkan dirinya kekurangan modal yang menurutnya sangat sulit untuk dihindari. “Modal kita jadinya ketahan, apalagi kalau sampai 2 minggu. Uang nggak bisa diputar,” tandasnya. (Amd)

Related Posts

1 of 3,049