Inspirasi

Kisah Sukses Hu Rong Kurangi Limbah Makanan Dengan Belatung

Ternak belatung menjadi semakin umum di Cina karena orang sadar tentang inisiatif hijau/AFP Photo/WANG Zhao

NUSANTARANEWS.CO – Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, sepertiga dari makanan yang diproduksi di dunia untuk konsumsi manusia setiap tahun, sekitar 1,3 miliar ton terbuang begitu saja. Sementara, sekitar 870 juta orang kelaparan.

Kondisi ini tampaknya disadarai betul Hu Rong, seorang manajer peternakan di dekat kota Pengshan, Cina. Ia melihat di Cina setiap orang membuang hampir 30 kilo makanan per tahun, sebuah negara berpenduduk 1,4 miliar orang. “Rata-rata satu kilo belatung bisa memakan dua kilo sampah dalam empat jam, kata Hu seperti dikutip AFP.

Mungkin anda sedikit jijik melihat belatung. Tapi pernahkah anda melihat ribuan belatung putih bergoyang-goyang merobek baki sisa daging, sayuran dan buah-buahan di sebuah peternakan belatung di Cina yang bisa disebut tak biasa ini.

Ini mungkin bukan pemandangan yang indah. Tapi, belatung yang dikenal rakus bisa membantu Cina menyingkirkan sesuatu yang jauh lebih buruk, yakni gunung limbah makanan.

Di Amerika, lalat dimanfaatkan untuk menyantap sampah makanan setiap hari. Petani di provinsi Sichuan kemudian mengubah serangga menjadi pakan ternak berprotein tinggi dan kotorannya menjadi pupuk organik.

“Ini sama sekali bukan sesuatu yang menjijikan, karena mengelola limbah makanan, anda harus melihat ini dari sudut yang lain,” kata Hu.

Hu membeli makanan yang dibuang dari Chengwei Environment, sebuah perusahaan yang mengumpulkan limbah tersebut dari 2.000 restoran di kota Chengdu. “Jika Anda memasukkan ikan ke sana, satu-satunya yang keluar adalah kerangka putihnya,” kata Direktur Lingkungan Chengwei Wang Jinhua.

Limbah makanan memang telah lama disadari juga memperburuk masalah polusi. Dalam sebuah laporan 2011, Cina dan AS termasuk dua negara yang boros terkait pangan sehingga tercatat paling tinggi sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca.

Setiap tahun, Cina menghasilkan total 40 juta ton limbah makanan, bobotnya setara dengan 110 Empire State Buildings. Tapi ada alasan budaya di balik masalah ini, kata Wang. “Bila anda mengundang seseorang untuk bersantap di restoran, kebiasaannya adalah selalu memesan lebih banyak daripada yang diperlukan, untuk menunjukkan keramahan anda. Tak pelak lagi, sisa makanan dilempar keluar,” katanya.

Untuk itu, belatung dinilai hewan yang paling efektif untuk membantu menghilangkan sampah makanan. Nanti setelah digemukkan, belatung bisa dijual hidup atau dikeringkan untuk memberi makan ayam, ikan, kura-kura dan lain-lain. Sebab, belatung memiliki komposisi bergizi protein hingga 63 persen dan lipid 36 persen.

Belatung memungkinkan untuk memulihkan protein dan lemak yang masih ada dalam limbah, lalu mengembalikan nutrisi ke dalam siklus makanan manusia melalui ternak. Kotorannya bahkan bisa digunakan sebagai pupuk organik di pertanian.

Cina, Kanada, Australia, dan Afrika Selatan termasuk di antara negara-negara yang legal untuk memberi makan unggas dan ikan dengan serangga.

Menguntungkan

Daur ulang limbah makanan dapat menawarkan manfaat ekonomi dan juga lingkungan. Hu adalah contoh orang yang sukses memanfaatkan peluang tersebut dengan sangat baik. Ia kini hidup nyaman berkat menjual belatung dan pupuk kotorannya.

Dengan memperhitungkan biaya (listrik, tenaga kerja, biaya pengiriman, dan harga limbah), dia menghasilkan keuntungan tahunan antara 200.000 dan 300.000 yuan ($29.000 sampai $43,500), jumlah yang besar di Cina tentunya.

Maka tak mengherankan jika peternakan belatung telah muncul di seluruh Cina sejak situs pertama muncul di negara tersebut tiga tahun lalu. “Tahun ini, kami berharap bisa membuka tiga atau empat situs baru di sekitar Chengdu. Idenya adalah mengubah sampah menjadi zat yang bermanfaat,” kata Wang.

Sisa makanan bukanlah satu-satunya hal yang bisa mendapatkan kehidupan kedua di Cina. Perusahaan energi China Sinopec berencana untuk membangun pabrik tahun depan di provinsi Zhejiang timur untuk mengubah minyak goreng sisa dari sejumlah restoran menjadi biofuel untuk pesawat penumpang. (ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts