PeristiwaRubrika

Kisah Panglima GAM Aceh Teungku Abdullah Syafi’i

Kisah Panglima GAM Aceh
Kisah Panglima GAM Aceh Teungku Abdullah Syafi’i.

NUSANTARANEWS.CO – Kisah Panglima GAM Aceh. Sosok Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Teungku Abdullah Syafi’i selalu terukir dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan GAM di Aceh. Beliau semasa hidupnya, walaupun menjabat sebagai Panglima GAM, dalam kesehariannya sangat sederhana, kharismatik dan disegani oleh kawan maupun lawan. Di samping itu juga beliau sangat terkenal di dalam maupun luar negeri, khususnya bagi para wartawan yang bertugas meliput berita di masa konflik. Mereka punya kesan tersendiri dengan sosok Teungku Lah yang hidup dari hutan ke hutan.

Teungku Abdullah Syafi’i, yang biasa disapa Teungku Lah, lahir di Bireuen, Aceh, 12 Oktober 1947. Teungku Lah, adalah sosok yang ramah dan santun serta konsisten di garis perjuangan GAM, sehingga sosoknya yang bersahaja sangat dicintai dan dikagumi oleh rakyat Aceh.

Teungku Lah dikenal taat beribadah. Sifatnya yang santun membuat orang tidak segan dan hormat kepadanya dan bila berbicara berisi nasihat dan bijaksana. Beliau tidak pernah berbicara sembarangan dengan kawan maupun lawan.

Baca Juga:  Maya Rumantir Terima SHIELD of First Excellence dari Konsorsium Firsts Union dan PPWI

Menurut prajuritnya, pada satu waktu di bulan puasa Januari 2002, Teungku Lah bangun memasak nasi untuk sahur, sementara pasukannya sedang terlelap tidur. Kemudian Sang panglima memasaknya sendiri dan ketika masakan telah siap, barulah Teungku Lah membangunkan pasukannya untuk sahur.

Saat bergerilya menjelajah hutan bersama pasukannya, terkadang hidupnya serba kekurangan, terutama ketiadaan stok makanan. Namun Teungku Lah tetap lebih memilih bersusah payah mencari sendiri apa yang bisa dimakan tanpa menyusahkan anak buahnya.

Teungku Lah adalah sosok pejuang dan Panglima GAM. Di hari-hari terakhir, sebelum syahid, beliau menyampaikan wasiat yang sampai saat ini di kenang oleh Rakyat Aceh :

“…Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah swt agar menasyhidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apa pun apabila negeri ini (Aceh). Merdeka!”

Baca Juga:  Kabupaten Nunukan Dapatkan Piala Adipura untuk Kedua Kalinya

Itulah wasiat terakhir Panglima Gerakan Aceh Merdeka Abdullah Syafi’i yang gugur dalam kontak senjata di kawasan perbukitan Jim-jim Cubo, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie pada 22 Januari 2002.

Wasiat yang dibuat sebulan sebelum syahid itu seolah sebuah pertanda bahwa perjuangannya akan berakhir.

Teungku Lah semasa hidupnya sangat anti-kekerasan terutama mengenai kekerasan yang tidak ada hubungan dengan perjuangan GAM, sehingga jika anak buahnya salah mengeksekusi dan mengambil keputusan di luar komondo beliau, maka tidak segan-segan beliau menghukumnya sendiri.

Dalam karir beliau di sayap militer sampai jabatan tertinggi Panglima GAM, Teungku Lah tidak pernah mendapat pendidikan tempur di luar negeri, khususnya di Libya seperti yang diperoleh Muzakir Manaf dan Kawan-kawan, yang kemudian menggantikannya sebagai Panglima GAM setelah Teungku Lah syahid di medan pertempuran.

Pendidikan terakhir beliau hanya di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Itu pun hanya sampai kelas tiga. Setelah itu, ia belajar ilmu agama di sejumlah pesantren. Uniknya, masa muda Abdullah Syafi’i ternyata lebih banyak dihabiskan dalam dunia teater bersama grup “Jeumpa Biruen”. Bersambung. (M2)

Related Posts

1 of 3,055