Ekonomi

Kinerja dan Efektifitas Pengelolaan Program di Kementerian Pertanian

Panen Raya di Tulunagung
Panen raya padi di Tulungagung, Jawa Timur sudah dimulai. Foto: Dok. NusantaraNews

NUSANTARANEWS.CO – Selama era pemerintahan presiden Soeharto, Kementerian Pertanian memegang peranan kunci dalam mendukung keberhasilan mencapai tujuan dan manfaat di sektor pertanian.

Untuk menata perekonomian nasional sebagai fundamental kemandirian negara, maka Undang-undang sistem ekonomi nasional sebagai payung untuk mengatur peran, fungsi dan kewenangan sektoral dari hulu sampai ke hilir industri yang sesuai pasal 33 UUD 1945 harus lebih dulu ditetapkan.

Baca juga: Masihkah Bangsa Indonesia Ingat Tinggal Landas?

Hal itulah yang merupakan sebuah Kerangka Dasar Pembangunan dari Hulu-Hilir Sektor Industri Indonesia, dengan terlebih dahulu mendefinisikan lebih tegas secara hukum (by law and definition) beberapa pengertian atas kata-kata kunci dan penting di setiap ayat pada pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan operasional bekerjanya struktur industri secara sektoral. Terutama sekali mengenai ayat Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak ini yang harus dijelaskan secara lengkap dalam UU sebagai derivasi dari pasal 33 UUD 1945.

Sebab, dengan cara inilah bekerjanya sistem perekonomian suatu bangsa dan negara akan lebih terkonsolidasi, terkoordinasi dan sinergis mencapai tujuan dan cita-cita pembangunan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Dasar Negara Pancasila dan konstitusi negara.

Di samping tentu saja adalah adanya perencanaan program berdasar prioritas, terarah, memperoleh hasil dan manfaat bagi kepentingan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan oleh masing-masing kementerian dan lembaga negara yang dibebankan tugas pokok dan fungsinya.

Baca juga: Sektor Pertanian Sudah Menjadi Bagian Strategis dari Pertahanan dan Keamanan Nasional

Perencanaan Program

Salah satu Kementerian yang mempunyai peran penting dalam penguasaan sektor hajat hidup orang banyak yaitu, Kementerian Pertanian. Selama era pemerintahan Presiden Soeharto, kementerian ini memegang peranan kunci dalam mendukung keberhasilan pemerintahan mencapai tujuan dan manfaat di sektor pertanian.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

Kita mengetahui capaian yang telah dicatatkan dan menjadi perhatian dunia internasional, yaitu keberhasilan dalam berswasembada beras pada bulan Nopember 1984 dengan memperoleh penghargaan dari lembaga pangan dunia, FAO.

Keberhasilan ini (walaupun masih disanggah oleh Menteri Pertanian) harus dipandang sebagai sebuah pengakuan obyektif dunia internasional atas pencapaian sebuah program yang berprioritas, terencana dan terarah serta adanya disiplin program dan anggaran. Apakah yang sudah dicapai oleh Kementerian Pertanian yang mempunyai target swasembada beras atau pangan juga sampai dengan 4 tahun terakhir? Kenapa awal Januari 2018 pemerintah berencana melakukan impor beras sebesar 500 ribu ton?

Baca juga: Disanksi WTO, Jokowi Dinilai Sakiti Petani

Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah ketidakpaduan program dan ketidakakuratan data di masing-masing kementerian dan lembaga pemerintahan, justru hasil rapat koordinasi yang rutin dipertanyakan tindaklanjutnya.

Sebagai contoh kecil yang berdampak besar atas konsistensi sebuah program dan anggaran adalah kebijakan Kementerian Pertanian melalui program 10 juta ekor ayam secara tiba-tiba untuk masyarakat yang berdampak pada pengalihan anggaran dari program lain yang sedang berjalan sejumlah Rp 780 miliar.

Kebijakan program yang diputuskan di tengah jalan ini tentu akan mengganggu kesinambungan program lain yang telah dirancang dan direncanakan secara matang sejak awal, tentu akan mengganggu kinerja program yang dipotong anggarannya.

Kebijakan yang seperti ini dan dilakukan ditengah jalan jelas menunjukkan bahwa Menteri Pertanian tak mematuhi perencanaan program yang telah disusunnya dan berbuat sekehendak hati sesuai seleranya. Terlebih jika program penyediaan 10 juta ekor ayam untuk masyarakat ini dilakukan bukan oleh direktorat teknis atau struktur kementerian yang memiliki kewenangan dalam mengelola program tersebut.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Baca juga: Mengenang Janji Manis Jokowi di Bidang Pertanian dan Pangan

Walaupun daging ayam melalui pengembangan ternak ayam merupakan kebutuhan pokok masyarakat, akan tetapi permasalahan yang sering muncul ditengah pasar dan masyarakat dan butuh pendanaan yang besar adalah masalah ketersediaan daging sapi, yaitu selisih antara produksi dan konsumsi dalam negeri.

Kinerja Program

Salah satu Kementerian Teknis yang mengurusi cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah Kementerian Pertanian (Kementan). Beberapa program, selain padi, jagung dan kedelai (Pajale) telah dilaksanakan oleh Kementan dalam rangka memenuhi kekurangan jumlah permintaan daging sapi di dalam negeri, di antaranya adalah melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB).

Sejak dicanangkan pada Tahun 2017, percepatan peningkatan populasi sapi dilakukan melalui mekanisme perkawinan sapi betina produktif milik peternak dengan Inseminasi Buatan (IB). Kegiatan IB, merupakan salah satu upaya penerapan teknologi tepat guna untuk peningkatan populasi dan mutu genetik sapi.

Baca juga: Solusi Ekonom Konstitusi untuk Terselenggaranya UPSUS SIWAB Kementan

Capaian kinerja Upsus Siwab melalui pelayanan IB ini pada Tahun 2017 berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah direalisasikan pada 3.976.470 ekor sapi. Sementara dari proses IB itu, sapi yang berhasil bunting adalah sebanyak 1.892.118 ekor dan kelahiran ternak (pedet) adalah 911.135 ekor.

Sedangkan capaian kinerja Upsus Siwab Tahun 2018 pada bulan Januari sampai dengan Maret, adalah sebanyak 929.411 ekor atau 123,92 persen dari target IB sebanyak 750 ribu ekor. Realisasi kebuntingan sapi sebanyak 294.774 ekor atau 65,7 persen dari sasaran (target) 448.689 ekor. Lalu pedet (anak sapi) yang lahir adalah sebanyak 140.553 ekor atau 31,87 persen dari sasaran (target) 440.997 ekor.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Direktorat Jenderal Peternakan Hewan dan Kesehatan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian menegaskan, untuk semua kegiatan Upsus Siwab yang dilakukan telah berjalan secara optimal. Salah satunya adalah optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi oleh petugas di lapangan yang langsung dilaporkan melalui ISIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terintegrasi). Semua data hasil pelayanan petugas di lapangan dapat langsung dipantau oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders).

Baca juga: Petani Tulang Punggung Indonesia

Dan, berdasarkan Prognosa yang dilakukan oleh Ditjen PKH, jumlah kebutuhan daging sapi pada Tahun 2017 604.966 ton dengan asumsi rata-rata konsumsi nasional 2,31 kg per kg/kapita/tahun (BPS, 2016). Sementara itu, sasaran (target) produksi daging sapi dalam negeri pada Tahun 2017 adalah 354.770 ton, yang berarti masih terdapat kekurangan sebesar 250.196 ton yang rencananya akan dipenuhi dari daging kerbau dan sisanya adalah dari impor.

Melalui program yang sudah terbukti (proven) ini, diharapkan Presiden dapat memberi perhatian yang serius atas perubahan program ditengah jalan oleh Menteri Pertanian yang justru mengganggu kinerja program berjalan yang sangat dibutuhkan dalam jangka panjang.

Program penyediaan 10 juta ekor ayam bagi masyarakat bukan saja sebuah program yang tidak prioritas, namun kesan politisnya lebih mengemuka dari kemendesakan kebutuhannya.

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Related Posts

1 of 3,154