Ekonomi

Kilas Mingguan: Kisruh Soal Tarif Mahal BPKB dan STNK

NUSANTARANEWS.CO – Terhitung mulai Jumat 6 Januari 2017, pemilik kendaraan bermotor harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mengurusi biaya BPKB dan STNK. Pasalnya, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016. PP ini diketahui mengganti PP Nomor 50 Tahun 2010, di man biaya pengurusan administrasi STNK dan BPKB naik 100 hingga 300 persen.

PP baru ini diketahui sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Desember 2016. PP ini mencantumkan tentang jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Namun, aneh bin ajaib, tetapi ini nyata dalam sebuah pidatonya Jokowi mengaku kaget dengan kenaikan tarif tersebut setelah menuai kritik, kegaduhan dan kehebohan di ranah publik.

Masyarakat menilai, kado tahun baru dari Jokowi ini terasa pahit. Sebab, di saat bersamaan harga paham pokok, khususnya cabai diketahui mengalami kenaikan tajam. Begitu pula harga BBM pun juga dinaikkan.

Kembali ke soal kenaikan tarif pengurusan BPKB dan STNK. Heboh semakin menjadi-jadi setelah Presiden, DPR, Menteri Keuangan dan Polri saling lempar tanggungjawab meski pada akhirnya Polri lah yang menanggungnya. Seperti dijelaskan Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafly mengkonfirmasi bahwa kenaikan tersebut dilatari sejumlah alasan dan pertimbangan. Di antaranya, peningkatan fitur keamanan dan material. Selain itu, Polri juga berkilah ini merupakan upaya peningkatan dukungan anggaran untuk layanan STNK. Karena ada program e-Samsat, STNK online, sidang online dan BPKB online.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Pada intinya, kenaikan tarif BPKB dan STNK ini, seperti dikatakan Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafly adalah untuk peningkatan dukungan anggaran dalam melaksanakan peningkatan pelayanan STNK di Samsat, serta modernisasi peralatan komputerisasi Samsat seluruh Indonesia untuk mewujudkan standar pelayanan.

Usai penjelasan pihak Polri, kritik tak berarti lantas surut. Indo Police Watch misalnya. IPW menilai Polri telah dengan sengaja mengabaikan UU Pelayanan Publik serta membuat aturan sepihak tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR RI sebagai untuk meminta persetujuan.

“IPW mengecam keras, jika Polri tetap nekat memberlakukan kenaikan tarif pengurusan SIM dan lain-lain itu. Jika Polri memang berkeinginan menaikkan tarif tersebut harus sabar menunggu pembahasan dan persetujuan DPR seperti yang diamanatkan UU Pelayanan Publik. Sehingga Polri tidak dituding arogan dan mengabaikan UU Pelayanan Publik,” kritik Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangannya yang diterima redaksi, Jumat (7/1/2017).

Neta menuding Polri tidak memberikan contoh baik, malah mencontohkan kepada masyarakat bagaimana caranya melakukan tindakan melanggar hukum. Sebab, peraturan tersebut melanggar UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik pasal 31 ayat 4 disebutkan bahwa penentu biaya atau tarif pelayanan publik ditetapkan dengan persetujuan DPR atau DPRD. Untuk itu, Polri didesak segera membatalkan tarif BPKB dan STNK yang abai terhadap amanah UU tersebut.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Dengan demikian, PP Nomor 60 Tahun 2016 menyebutkan biaya penerbitan STNK roda dua dan roda tiga naik menjadi Rp100 ribu yang sebelumnya Rp50 ribu. Penerbitan BPKB naik dari Rp80 ribu menjadi Rp225 ribu.

Roda empat atau lebih dari sebelumnya Rp75 ribu menjadi Rp200 ribu. Untuk pengesahan STNK, yang sebelumnya gratis, dengan disahkan PP ini maka akan berbayar Rp25 ribu untuk roda dua dan empat, dan Rp50 ribu bagi roda empat atau lebih. Penerbitan BPKB naik dari Rp100 ribu menjadi Rp375 ribu.

Di lain pihak, Menko Ekonomi, Darmin Nasution menuding media telah mempelintir pernyataan Presiden. Sebab, kata dia, Presiden tidak mempertanyakan PP yang telah diteken, melainkan meminta dievaluasi kembali. (Sego/ER)

Related Posts