Budaya / SeniEsaiKolom

Khizib dan Ketenangan Hati

Khizib dan Ketenangan Hati. (Ilustrasi: perempuan berdoa/istimewa)
Khizib dan Ketenangan Hati. (Ilustrasi: perempuan berdoa/istimewa)

Esai: Rokhmah Yulianti*

Seberapa besarkah engkau bertawakal kepada Tuhanmu? Apakah engkau percaya Tuhanmu yang tak bisa kau lihat? Wah pertanyaan yang bisa membuat wajah pucat. Seperti halnya kisah Sangkuriang yang tak bisa mengontrol hatinya. Ia lebih menuruti hawa nafsu dengan memilih sang istri yang mengantarkan pada kutukan sang ibu. Lain halnya sang sufiah Robingah ‘Adawiyah dengan ketenangan hatinya ia dapat mencintai Tuhannya dengan sepenuh jiwa raga.

Berwudhulah jika kau merasa gundah. Seringkali hal tersebut dijadikan solusi bagi seorang yang sedang dimintai pendapat. Berwudhu identik dengan bersentuhan dengan air. Dari sifat air sendiri yaitu segar dengan suhu yang sedang. Artinya sesuai dengan penjelasan dari kitab-kitab fiqh seperti kitab dasar mabadi fiqhiyyah bahwa tidak dianjurkan untuk berwudhu menggunakan air hangat. Hal ini diperkuat juga dengan tidak diperbolehkannya berwudhu menggunakan air di dalam bejana emas yang terkena sinar matahari. Berwudhu menggunakan air dingin akan membuat segar pada tubuh. Dengan partikel-partikel air yang masuk pada pori-pori kulit. Hal inilah yang akan membuat tubuh menjadi segar.

Di sebuah lagu yang berjudul Mbah Dukun telah digambarkan bagaimana seorang dukun yang bertindak mengobati para pasiennya. Dijelaskan dalam lagu tersebut, bahwa mbah dukun mengobati pasiennya dengan cara menyemprotkan air yang telah diberi jampi-jampi atau mantra yang diyakini dapat menyembuhkannya. Dan tak biasa pula banyak pantangan-pantangan juga yang harus dihindari. Jika dilogika, pasien nyatanya malah akan merasa kegundahan dengan banyaknya syarat yang harus dipenuhi.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Selain dengan khasiat air, salah satu penawar kegundahan hati yaitu adanya pembacaan Khizib Sirrul Al-Mashuun yang menjadi salah satu adat di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayah Karangsuci Purwokerto. Pembacaan khizib tersebut dilakukan setiap malam Jum’at setelah sholat isya dengan dipimpin oleh seorang santri putra.

Pembacaan khizib merupakan suatu adat yang telah ditradisikan oleh Alm. Abah Kyai Nur Iskandar Al-Barzani. Beliau juga merupakan pengasuh dari Ponpes Al-Hidayah itu sendiri. Diawali oleh kakak Abah (panggilan para santri Al-Hidayah kepada Alm. Abah Kyai Nur Iskandar Al-Barzani) yaitu Kyai Haji Abu Hasan Syadili pengasuh Ponpes Manba’ul ‘Ulum Banyuwangi. Kemudian diterapkan oleh Abah di Ponpes Al-Hidayah Purwokerto.

Ustadz Nasrul Kholik (salah satu ustadz di Ponpes Al-Hidayah)  pada suatu acara kajian umum menjelaskan bahwa tujuan dari pembacaan khisib adalah menghilangkan kesusahan. Kesusahan yang dimaksud seperti kisah imam besar, Imam Al-Ghazali, yang dihasut oleh imam lainnya dikarenakan mereka iri dengan kehebatan beliau. Kesusahan Imam Al-Ghazali berbentuk kebimbangan hati terhadap hasutan para imam lainnya. Sehingga sang imam membutuhkan suatu ketenangan qalb guna memikirkan apa yang hak dan batil. Manusia dengan keimanan kuat saja hatinya dapat gundah. Apalagi manusia biasa yang hatinya dipenuhi dengan kemungkaran. Maka dari itu, dibutuhkannya pembacaan khizib agar para santri memiliki jiwa yang tenang.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Ketenangan jiwa sangat penting. Seperti halnya islam yang salah satunya mempercayai khizib sebagai penawar kegundahan, agama lain juga demikian. Seperti dalam kisah pewayangan, para begawan menjauhkan diri dari hal duniawi dengan cara bertapa. Bertapa dipercaya akan lebih mendekatkan diri dengan Dewanya. Salah satu kisah pewayangan yaitu lakon Wiyasa Kresna Dwipayana atau yang sering dikenal sebagai Abhiyasa putra dari Dewi Gandawati dengan Begawan Palarasa. Semasa hidupnya ia melakukan pertapaan di Pertapan Saptaarga guna mendapat ketenangan hidup dan juga karena mengikuti sang ayahanda. Namun karena ia sangat menghormati ibundannya, Dewi Gandawati, ia rela meninggalkan pertapaan guna menikahi para ratu di Ngastina.

Tidak ada perbedaan sebenarnya. Seperti halnya khizib yang pengimplementasiannya mengucapkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara seperti orang berdzikir, para Hindu juga mempunyai mantra-mantra yang dilantunkan dalam hati. Mantra-mantra tersebut dilantunkan dengan hati dan jiwa penuh berserah kepada Tuhannya.

Manusia dengan hati yang tenang akan dapat mudah melakukan pekerjaan. Mudah berfikir dan cenderung berpandangan positif. Karena di setiap ruangan dalam jiwanya akan diisi dengan doa-doa. Ia akan selalu mengingat Tuhannya. Sebagaimana kalimat-kalimat baik maka akan berpengaruh baik. Sedangkan hal-hal buruk akan mengakibatkan rusaknya jiwa tersebut.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Sebagaimana kita melihat kisah pewayangan, dimana bangsa Kurawa yang memiliki keburukan hati maka hidupnya mencapai kerusakan juga. Namun, Pandhawa yang memiliki sifat baik maka berakhir pula dengan kemenangan. Dan juga tujuan dari pengimplementasian khisib sendiri yaitu agar para santri dapat menggapai kehidupan baik dengan ketenangan hati. ***

*Rokhmah Yulianti. Lahir di Purbalingga, 31 Juli 1997. Aktivitas sehari-harinya adalah Mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Purwokerto. Santriwati di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Karangsuci, Purwokerto Utara, Jawa Tengah. Ia juga bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto.Kini tinggal di Pondok Pesantren Al Hidayah Karangsuci, Jl. Letjend. Pol. Soemarto, Gg. Gunung Dieng, Purwokerto Utara, Jawa Tengah. WA/HP 085878348215. Email: [email protected].

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,147