Ekonomi

Khawatir Pendapatan Pajak Nasional Semakin Rusak, Ekonom Senior Minta Pemerintah Hentikan Tax Amnesty Jilid II

pendapatan pajak nasional, ekonom senior, rizal ramli, tak amnesty jilid II, nusantaranews
ILUSTRASI – Program Tak Amnesty. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ekonom senior Rizal Ramli meminta agar rencana pemerintah melanjutkan program tax amnesty (pengampunan pajak) jilid II dihentikan. Hal itu dikarenakan program tax amnesty jilid pertama terbukti gagal.

Jika hal itu tetap dipaksakan, Rizal Ramli khawatir tax amnesty jilid II justru akan semakin merusak pendapatan pajak nasional dan berimbas pada ekonomi Indonesia.

“Janganlah. Makin rusak nanti kalau dengan itu (tax amnesty II). Ada cara lain kok buat naikin tax ratio. Misalnya uber dong yang gede-gede. Terutama sektor mineral yang banyak nggak bayar pajak,” kata Rizal Ramli di kawasan Jakarta Selatan, Senin (12/8/2019).

Sebelumnya, setelah diberlakukannya tax amnesty sejak tahun 2015 hingga 2018 memicu tax ratio atau pendapatan pajak nasional terjun bebas.

“2015 pendapatan pajak tax ratio itu 9,20 persen, hari ini telah anjlok 8,85 persen. Artinya program tax amnesty gagal,” jelasnya.

Seharusnya, lanjut dia, dengan tax amnesty maka tax base nasional menunjukkan grafik yang semakin baik, di mana jumlah para pembayar pajak semakin bertambah. Kemudian sektor-sektor besar yang dikenakan pajak juga semakin besar.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

“Tapi ini malah merosot. Kok mau diulangi lagi,” cetusnya.

Mengapa bisa demikian? Rizal Ramli mengatakan, karena dalam prakteknya program tax amnesty hanya menguntungkan sebagian kelompok kecil saja. Siapa mereka?

“Ya (perusahaan) yang besar besar lah yang ngikuti program tax amnesty yang diuntungkan,” jelasnya.

Sejak diberlakukan tax amnesty jilid pertama, pemerintah mencatat bahwa tax amnesty hanya mampu menyumbang Rp 100 triliun lebih sedikit. Rizal Ramli mengungkap, untuk meningkatkan tax ratio, sebenarnya pemerintah bisa cukup dengan melakukan revaluasi aset BUMN.

“Saya (dulu) usul di kabinet, supaya kita melakukan revaluasi aset dari BUMN. Karena selama ini banyak yang asetnya berdasarkan historis doang. Nah waktu itu saya ingat, nggak ada yang setuju (soal revaluasi aset BUMN) di kabinet. Rini Suwandi tidak setuju, Menkeu tidak setuju. Menteri Keuangan yes no. Yang setuju hanya Pak Jokowi dan saya. Saya kan Menko Maritim. Kita bujukin 11 BUMN, ikut revaluasi aset. (Hasilnya) aset BUMN naik 800 triliun dengan langkah sederhana ini. Penerimaan pajak dari revaluasi aset 4 persen kali 800 triliun, 32 triliun. Satu per tiga dari tax amnesty, tanpa heboh-heboh,” tandasnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

Pewarta: Romandhon
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,053