NUSANTARANEWS.CO, Sorong PAPUA – Ketua PWI Sorong Raya Wahyudi mengatakan PPWI tidak mempunyai media dan tidak berbadan hukum. Pernyataan ini menuai tanggapan Ikhlas Arsyad perihal ketidakpahaman Ketua PWI ini terhadap kiprah PPWI lebih dari 10 tahun ini.
“Ini menandakan ketidakpahaman dia akan aturan-aturan pemerintah dan hukum. Ia perlu banyak membaca. PPWI punya media bernama KOPI (Koran Online Pewarta Indonesia) dalam laman pewarta-indonesia.com yang sudah go internasional dan bisa diakses di seluruh dunia,” katanya, Rabu (20/4)
PPWI juga berbadan hukum dan aktif pajak, disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI. Apa yang dikatakan oleh Wahyudi sebagai Ketua PWI Sorong Raya bersama rekan-rekannya adalah bentuk pelanggaran hukum, merusak nama baik PPWI yang legalitasnya diakui negara.
“Kami PPWI Sorong Raya akan ambil jalur hukum, Mereka mempublikasikan KTA kami tanpa izin dari kami, menyebut secara terang-terangan PPWI sebagai wadah yang tidak sah,” jelasnya.
Indenpendensi pers di Sorong Raya diduga telah dicederai oleh kekuasaan yang telah menjadi LINK BRI bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Isu masyarakat wartawan ‘plat merah’ seakan-akan benar adanya dan kami PPWI akan mengusut tuntas hal ini.
“Dan kami imbau kepada pemerintah dan swasta untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu oknum yang ‘kebakaran jenggot’ serta kekuasaan korup yang dilindung plat merah. Kami akan bongkar semua,” ungkap Ikhlas Arsyad, mantan Direktur LSM Perahu Komunitas Sultra (Pemerhati Anggaran dan Penegakan Supremasi Hukum) yang juga Ketua PPWI Sorong Raya.
“Bapak Wahyudi, Ketua PWI Sorong Raya, ini saya jabarkan aturan ini dan Anda beserta rekan- rekan telaah dengan baik aturan ini, jangan dungu pengetahuan, ” ungkapnya.
UU Republik Indonesia No 40 Tahun 1999, tentang Pers, Bab lV tentang perusahaan pers (pasal 9): setiap warga negara Indonesia berhak mendirikan perusahaan pers, setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum negara Indonesia. Penjelasan atas UU Republik Indonesia No 40 tahun 1999 tentang pers, Ketetapan MPR Republik Indonesia tentang hak asasi manusia, antara lain setiap orang berhak komunikasi memperoleh informasi sejalan dengan piagam Perserikatan bangsa bangsa tentang hak asasi manusia .
Pasal 19, setiap orang berhak atas kebebasan dan mengeluarkan pendapat termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan mencari, menerima,dan menyampaikan, informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas batas wilayah, pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Dewan pers hanya mengutip dari aturan UU Republik Indonesia No. 40 tahun 1999 sehingga Dewan Pers mendapat mandat dan penguatan pers, tapi untuk mengatur kesejahteraan tidak bisa. Perusahaan pers diatur oleh organisasinya sendiri, dan juga medianya yang ikut pada organisasi tersebut.
Pasal 7 UU Pers: Wartawan, (1) Media/wartawan bebas memilih organisasi, pasal 8: wartawan dalam melaksanakan tugas mendapat perlindungan hukum.
Imbauan kepada Pemerintah baik BUMN dan swasta harus memahami, tidak ada wartawan media abal- abal. PPWI adalah organisasi yang besar yang sudah go internasional dan diakui pemerintah. Adanya imbauan yang seolah-olah yang paling benar adalah PWI. Dan lembaga Dewan Pers itu ‘kebakaran jenggot’ ketakutan lahannya yang sejak puluhan tahun diobrak abrik PPWI.
“Pemerintah, BUMN, swasta, SKPD daerah dan kontraktor harus waspada, begitu juga wartawan. Jangan mau dikadalin UKW, stop wartawan beli diktat. Ini persoalan pencemaran nama baik PPWI,” tutup Ikhlas. (MG)
Sumber: Medsos PPWI