Ketika Diskusi Komunis Dilarang dan Nonton Film Diharuskan

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. (Foto: Richard Andika/ NUSANTARANEWS)

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. (Foto: Richard Andika/ NUSANTARANEWS)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Seruan pelarangan diskusi dan kegiatan terkait peristiwa 1965 kembali merebak, pasca bentrokan di YLBHI. Di tengah polemik pasca bentrokan di YLBHI, Panglima TNI tiba-tiba justru menginstruksikan agar para pasukannya menonton Film G30S/PKI buatan versi pemerintah.

Beberapa politisi pun menyerukan agar segala diskusi yang membahas isu komunisme dan peristiwa tragedib1965 sepenuhnya dilarang. Hal itu dengan alasan demi menghindari perselisihan di tengah masyarakat. Pernyataan ini ditegaskan menyusul pengepungan dan bentrokan yang terjadi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Senin pagi (18/9/2017) lalu.

Dikutip dari The Jakarta Post, anggota Komisi III dari Partai NasDem, Teuku Taufiqulhadi menyalahkan aktivis HAM yang dianggap tidak peka karena tetap menyelenggarakan kegiatan seni untuk memprotes keputusan aparat kepolisian yang melarang penyelenggaraan seminar bertema Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/1966 sehari sebelumnya.

“Justru ketika aktivis HAM tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti itu, sama dengan mendorong masyarakat agar terprovokasi untuk bertindak melakukan kekerasan,” kata Taufiq.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan beranggapan bahwa, aparat kepolisian seharusnya malah sejak awal melarang kegiatan tersebut demi menjaga ketertiban.

“Pertama menyangkut masalah komunisme itu sesuai dengan ketetapan MPR, bahwa diskusi itu tidak boleh, dilarang,” kata Syarief.

“Melarang kegiatan atau acara apapun yang bertema komunis, bukan berarti pemerintah mencederai demokrasi. Penting untuk menghindari ketegangan yang dapat membuat tiap orang dalam bahaya,” jelas dia.

Nonton Bareng Film 1965

Di tengah kontroversi boleh tidaknya melakukan diskusi terkait perisitwa 1965, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo justru menginstruksikan seluruh jajaran TNI untuk melakukan kegiatan menonton film karya sineas Arifin C Noer. Nonton bareng (nobar) film yang populer di era Soeharto tersebut diputar kembali untuk memperingati peristiwa 30 September 1965.

Gatot berargumentasi bahwa instruksi nobar film PKI adalah upaya TNI meluruskan sejarah. “Kalau selama ini meluruskan sejarah, menceritakan sejarah tidak boleh, mau jadi apa bangsa ini?” kata Panglima TNI.

“Soal polemik, biarin sajalah. Tujuan kita tidak berpolemik kok. Tujuan saya hanya untuk mengingatkan pada generasi muda, prajurit-prajurit saya juga tidak tahu itu,” imbuhnya.

Di lain sisi, Bonar Tigor Naipospos yang merupakan wakil ketua Setara Institute lewat keterangan persnya menyatakan ketidaksetujuannya atas pemutaran film yang dianggapnya sarat kepentingan tersebut.

“Kalaupun akan diputar kembali hendaknya diimbangi juga dengan film-film serupa yang mengangkat seputar peristiwa 1965 agar pemahaman sejarah generasi milineal utuh dan analitis,” ungkap Naipospos.

Terkait nobar di kalangan TNI, Naipospos melanjutkan bahwa menyaksikan film tanpa dilengkapi pandangan alternatif tidak akan mencerdaskan dan memberi pemahaman utuh kesejarahan Indonesia. “Suatu hal yang akan merugikan TNI dalam menghadapi tantangan kompleks ke depan,” ucapnya.

Presiden Joko Widodo pun sebelumnya menyatakan pentingnya menonton film sejarah, termasuk film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Namun menurutnya, perlu ada film baru bertema sama agar mudah diterima generasi milenial. “Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Jokowi.

Pewarta: Ricard Andhika

Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version