NUSANTARANEWS.CO – Terganjal masa lalu. Demikian kasus yang tengah menimpa calon gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus. Kendati pernah gagal dalam Pemilihan Gubernur Maluku Utara (Pilgub Malut) 2013 lalu, namun nama Ahmad Hidayat Mus kembali muncul dan ramai dibicarakan sebagai Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Malut dalam Pilgub 2017 mendatang.
Buktinya, beberapa spanduk Ahmad Hidayat Mus bertuliskan AHM (Ahmad Hidayat Mus) For Malut 01 sudah ada yang terpampang, termasuk di kediamannya.
AHM dikenal sebagai mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula, Malut, yang memimpin selama dua periode. Dalam jabatan kepartaian, AHM adalah Ketua DPD Partai Golkar Malut.
Langkah AHM untuk maju dalam Pilgub Malut 2017 dinilai banyak kalangan tidak akan akan mulus. Pasalnya, saat dirinya menjabat sebagai Bupati Sula selama dua periode itu, banyak janji AHM yang tidak direalisasikan. Janji itu meliputi fasilitas kesehatan gratis, pendidikan gratis serta listrik gratis. Celakanya, di Kota Sasana, listrik pernah tidak menyala selama 3 bulan.
AHM juga dikenal sebagai bupati yang malas untuk pergi ke kantor. Berdasarkan catatan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sula, Abdul Aziz Somole, selama menjabat di periode 2005-2010, AHM berada di kantor hanya 358 hari atau sekitar setahun, sisanya tidak berada di tempat.
Belum lagi adanya dugaan korupsi sejumlah proyek yang melilit Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Indonesia II ini hingga menyeretnya sebagai tersangka. Sebut saja dugaan korupsi dana pembangunan Masjid Raya, Jembatan Waikolbota dan pembangunan kantor bupati yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp338 miliar. Sejumlah kasus itu kini belum rampung atau masih ditangani Kepolisian Daerah (Polda) Malut dan Bareskrim Mabes Polri.
Praktisi Hukum, Muhammad Zakir Rasyidin menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Pilkada No 1 Tahun 2015, memang tidak mencantumkan secara eksplisit syarat tidak bolehnya calon kepala daerah yang ikut dalam kontestasi pemilukada jika sudah seringkali diperiksa lembaga penegak hukum terkait dengan dugaan tindak pidana.
“Hanya saja memang secara etika dan moral politik seseorang yang ikut dalam pencalonan kepala daerah, jika sudah sering disangkut pautkan dengan masalah hukum, apalagi sampai harus diperiksa, memunculkan imej negatif. Bisa jadi, masa lalu AHM bisa mengganjal langkahnya,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (15/8/2016).
Ketua Umum Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini menambahkan, masyarakat sekarang sudah cerdas dan pandai dalam menentukan calon pemimpinnya.
“Sudah tidak jamannya lagi beli kucing dalam karung. Masyarakat selaku pemilih yang menentukan akan seperti apa kedepannya jika calon yang dimaksud (Ahmad Hidayat Mus) terpilih,” ujar Zakir. (deni/red-01)