Berita UtamaEkonomi

Ketahan Pangan Indonesia Tergantung Impor

Pengamat Kebijakan Pertanian Bustanul Arifin. Foto: Dok. Istimewa
Pengamat Kebijakan Pertanian Bustanul Arifin. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah mencanangkan kemandirian pangan sejak 2014 lalu, bahkan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman juga telah menargetkan swasembada pangan.

Namun, pengamat kebijakan pertanian Bustanul Arifin menilai bahwa pemerintah belum mampu membuat Indonesia keluar dari ketergantungan impor pangan.

Sorry to say, kita masih tergantung kepada impor,” ujar Bustanul dalam diskusi ‘Menuju Kemandirian Pangan’ di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin, 22 Mei 2017.

Produksi padi, jagung, dan kedelai (pajale) memang meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk 2016, produksi rerata tiga komoditas utama itu meningkat 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Bustanul menjabarkan produksi gabah 75,40 juta ton atau setara 43 juta ton beras. Jumlah tersebut meningkat 6,42 persen. Produksi jagung (pipilan kering) sebanyak 19,61 juta ton atau naik 3,18 persen. Sedangkan produksi kedelai sebesar 963 ribu ton atau meningkat 0,86 persen.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Namun, peningkatan produksi tiga komoditas tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan impor. Bahkan, impor beras meningkat cukup tajam. “Kita masih tergantung pada impor. Saya kompilasi, impor berasnya sudah 1,28 juta ton atau sekitar USD 531 juta (Rp7,06 triliun) pada 2016,” ucap dia.

Menurut dia, angka tersebut meningkat cukup drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Di 2015, impor beras hanya mencapai sebanyak 861 ribu ton senilai USD351,6 juta atau setara Rp4,68 triliun dengan estimasi kurs Rp13.300 per USD.

“Menteri Pertanian sering mengatakan 2016 tidak ada impor (beras). Ternyata impor juga,” ucap dia.

Bustanul menyayangkan melubernya produk pertanian impor. Sebab dengan harga murah, produksi pangan lokal malah justru menjadi tumbal. Bustanul berharap pemerintah dapat merencanakan impor dengan baik. Caranya?

“Kita pernah punya aturan yang menyebutkan impor itu tidak boleh sebulan sebelum panen raya dan dua bulan setelah panen raya dan yang menentukan Menteri Pertanian,” kata dia.

Baca Juga:  Diduga Pengemudi Mabuk, Mobil Avanza Seruduk Warung Bakso, Satu Orang Meninggal

Pupuk Kimia Melimbah

Menurut Bustanul fenomena impor beras yang terus menerus lantaran kapasitas produksi menurun. Penyebabnya karena pemerintah terlalu sering menggelontorkan pupuk kimia, akibatnya tanah menjadi ketergantungan akan pupuk kimia.

Penggunaan pupuk kimia ini merupakan solusi instan yang dapat berdampak buruk bagi masa depan. “Lahan jadi tergantung pupuk kimia. Seperti kecanduan narkotika, jadi kalau tidak pakai pupuk, tanaman tidak akan tumbuh.” ungkap Bustanul.

Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung Kedelai pada 2016 telah menghabiskan total anggaran sebanyak Rp 103 triliun. Sementara sebanyak Rp 31,2 triliun digunakan untuk subsidi pupuk. Sebagian besar pupuk yang digunakan kebanyakan adalah pupuk kimia.

“Penggunaan pupuk kimia pada akhirnya akan mengorbankan kapasitas produksi tanah itu sendiri,” tutur Bustanul.

Pewarta: Richard Andika
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 27