Mancanegara

Kesepakatan Transisi Kekuasaan di Sudan Akhirnya Tercapai

Kesepakatan Transisi kekuasan di Sudan
Kesepakatan transisi kekuasan di Sudan akhirnya tercapai/Foto: TRT World

NUSANTARANEWS.CO – Kesepakatan transisi kekuasaan di Sudan akhirnya tercapai. Dewan Transisi Militer (TMC) yang berkuasa di Sudan bersedia menandatangani kesepakatan transisi kekuasaan final dengan kelompok oposisi di tengah protes yang terus berlangsung selama berbulan-bulan di negara Afrika itu. Para pengunjuk rasa dari segala usia berkumpul di Khartoum, ibu kota Sudan, bersama-sama menyambut gembira langkah terobosan bagi masa depan Sudan yang baru.

Perayaan muncul setelah dewan militer dan kelompok oposisi menandatangani kesepakatan bersejarah bagi negara di Afrika Utara itu.

Dewan Militer dan kelompok pengunjuk rasa menandatangani perjanjian terkait pembagian kekuasaan di antara keduanya. Kesepakatan ini membuka jalan bagi hadirnya pemerintahan sipil di Sudan.

Deklarasi juga sekaligus mendorong pembentukan pemerintahan transisi. Warga akan dipimpin oleh dewan transisi yang beranggotakan 11 orang. Dewan terdiri dari enam warga sipil dan lima tokoh militer.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua Dewan Militer Mohamed Hamdan Daglo dan perwakilan kelompok protes Aliansi untuk Kebebasan dan Perubahan Ahmed al-Rabie. Penandatanganan dilakukan di Aula Persahabatan yang terletak di samping aliran Sungai Nil.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Upacara penandatanganan resmi, disiarkan langsung oleh sejumlah saluran televisi satelit Arab, diadakan di Khartoum, ibukota Sudan. Para pejabat regional dan internasional, termasuk Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, Presiden Sudan Selatan Salva Kiir, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir dan lainnya, menghadiri acara tersebut.

Kesepakatan antara perwakilan TMC dan oposisi dimulai pada awal Agustus. Keputusan itu dipuji oleh banyak negara Afrika dan Timur Tengah.

Bangsa Afrika tersebut telah dilanda aksi protes sejak Desember tahun lalu. Demonstrasi pada mulanya dipicu oleh kenaikan harga roti namun kemudian beerkembang menjadi gerakan politik ketika warga Sudan mulai menyerukan pengunduran diri Presiden Omar Bashir yang telah puluhan tahun berkuasa.

Situasi meningkat pada awal April ketika Bashir ditahan oleh militer negara itu. Dewan Militer Transisi berjanji untuk mengadakan pemilihan baru dalam waktu dua tahun. Namun, pengunjuk rasa terus turun ke jalan, menuntut militer untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil baru. (Alya Karen)

Related Posts

1 of 3,051