NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Goa Jepang, salah satu goa di Papua merupakan salah satu saksi bisu gugurnya para tentara Jepang sepanjang Perang Dunia II di Provinsi Papua dan Papua Barat antara tentara Amerika Serikat dan Jepang pada tahun 1939-1945.
Sejarah mencatat, Jepang pernah menorehkan sejarah di wilayah ujung timur Indonesia itu. Ribuan tentara Jepang pernah berjibaku dengan tentara sekutu pimpinan Amerika di wilayah Papua semasa Perang Dunia II.
Tatkala menduduki Indonesia, Jepang memanfaatkan goa-goa alam di wilayah Biak sebagai tempat persembunyian, perlindungan, dan tempat penyimpanan senjata. Adapun Goa Jepang merupakan tempat pertahanan yang sangat kuat dan sulit sekali ditembus tentara sekutu.
Disebutkan bahwa, untuk melumpuhkan goa, pasukan sekutu di bawah pimpinan Jenderal McArthur menjatuhkan drum-drum bahan bakar yang ditembaki dari udara. Tak kurang dari 3.000 tentara Jepang tewas terkubur dalam goa.
Kerangka-kerangka eks tentara Jepang tersebut kemudian berusaha dikembalkan ke keluarga dan pemerintah Jepang. Selain di Biak, kerangka-kerangka serdadu Negeri Matahari Terbit itu tersebar di beberapa daerah, seperti di Sarmi dan Jayapura. Pengembalian kerangka ini murni mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia dan Jepang bekerja sama untuk menghasilkan rekomendasi mengenai kesepakatan dan prosedur operasional standar (POS) Repatriasi (pemulangan kembali orang ke tanah airnya atau ke negeri asalnya) Kerangka Tentara Jepang di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kerja sama tersebut meliputi proses pencarian, pengumpulan kerangka dan identifikasi kerangka, kemudian kerangka dibakar sehingga menghasilkan abu untuk dibawa pemerintah Jepang ke Negeri Sakura itu.
Melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang telah melaksanakan serangkaian perundingan untuk membahas naskah kerja sama dan POS yang bertajuk “Excavation, Collection, and Repatriation of the Remain of the Japanese Soldiers who Died on the Second World War in the Province of Papua and the Province West Papua, Indonesia”.
Penandatanganan naskah kerja sama tentang repatriasi tersebut dilakukan oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishi di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Penandatanganan ini, kata Hilmar, merupakan momen penting bagi sejarah Jepang. Dia juga berharap akan ada kerja sama budaya lain ke depan. Hal tersebut pun diakui Masafumi Ishi.
Sementara Ishi menyebut penandatanganan tersebut adalah kesepakatan yang sangat penting bagi pemerintah dan bangsa Jepang.
“Ini kesepakatan yang sangat penting bagi kami. Sangat penting bagi Jepang untuk mendapatkan kembali sisa tentara Jepang. Masih banyak orang yang menanti sisa jenazah tentara kami selama perang,” tutur Ishi.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan Jepang sudah menyepakati perjanjian terkait repatriasi kerangka eks tentara Jepang tersebut.
Pertama, Memorandum Persetujuan antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pembangunan Monumen Perang Dunia II (Memorandum of Agreement between the Government of Japan and the Government of the Republic of Indonesia concerning the Building of a World War II Monument) yang ditandatangani pada 7 April 1993
Kedua, Memorandum Kerja Sama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang tentang Pemberian Akses dan Pelaksanaan Pengumpulan dan Repatriasi Kerangka Tentara Jepang pada Perang Dunia Kedua di Provinsi Papua (Memorandum of Cooperation between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Japan on Provision of Access for and Conduct of Collection and Repatriation of the Remains of Japanese Soldiers of World War II in the Province of Papua) yang ditandatangani pada 20 November 2013. (red/nn)
Editor: Achmad S.