NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Keseriusan gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam mengungkit perekonomian Jatim di tengah Pandemi Covid-19 patut dipertanyakan. Pasalnya, dalam Perubahan APBD (PABD) Jatim malah melakukan pengeprasan besar-besaran di sektor perekonomian, salah satunya pertanian.
Padahal sejak dahulu, Jatim dikenal sebagai lumbung padi dan para petaninya sejahtera.Menurut anggota Fraksi Gerindra Jatim Noer Soetjipto rakyat Jatim yang lebih banyak hidup di perdesaan dengan mata pencaharian sebagian besar di sektor pertanian dan perikanan kenyataannya di triwulan II tahun 2021 telah terkontraksi pertumbuhannya.
Harusnya, kata politisi asal Trenggalek ini menjadi perhatian Pemerintah Provinsi, bukan malah berkurang anggarannya pada APBD Perubahan APBD tahun 2021.
“Anggaran sektor pangan untuk Dinas Pertanian berkurang 67,798 milyar rupiah lebih, sektor pertanian pada Dinas Peternakan berkurang 14,992 milyar rupiah lebih, dan sektor kehutanan pada Dinas Kehutanan juga berkurang 41,268 milyar lebih,” jelasnya, sabtu (25/9).
Sedangkan ketua Fraksi PKS DPRD Jatim Dwi Hari Cahyono mengatakan selama ini pihaknya melihat postur anggaran APBD Jatim dalam pembahasan selalu aman saja, namun ketika dibawa ke Kemendagri ternyata anggaran APBD Jatim jelek. “Saya sudah instruksikan keseluruh anggota Fraksi PKS untuk mengawal penuh pembahasannya,” jelas pria asal Malang ini.
Diungkapkan oleh Dwi, pihaknya menyayangkan pengeprasan anggaran untuk disektor perekonomian,”Nilai tukar petani Jatim saat Juni 99,63 Persen sedangkan di Juli 98,75 persen. Tak hanya itu indek terima petani -0,15 Persen. Untuk sektor perekonomian semua OPD disisakan anggaran 1,4 T. Ini jelas kami sayangkan,” jelasnya.
Sistem penganggaran, kata Dwi Hari Cahyono, harusnya berdasarkan indeks tersebut. ”Namun faktanya Pemprov terkesan ngawur dalam menyusun anggaran. Hal inilah nantinya akan kami kawal penuh demi mensejahterakan rakyat Jatim,” tutupnya. (setya)