Politik
Kepentingan Elit Politik Kungkung RUU Pemilu
Published
4 years agoon
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Benny K Harman, Presidential threshold sebesar 20 persen bertentangan dengan hukum. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa Pemilu dilaksanakan secara serentak. “Jelas tidak sesuai dengan hukum, logika dan akal sehat. Hasil pemilu 2014 digunakan untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden,” katan dia, Kamis (10/7/2017).
Menurutnya, hukum dan undang-undang pemilu harus memfasilitasi hak konstitusional partai politik dalam pemilu 2019. Undang-undang pemilu yang dirumuskan dan didesain tidak boleh tersandar kepentingan partai politik.
Putusan MK harus serentak pada intinya akan memeperkuat proses demokrasi tanpa tersandera parpol. Itu perintah konstitusi kita,” ungkapnya. Sebagai Informasi sidang paripurna pengambilan keputusan RUU Pemilu ditunda selama dua jam. Sidang akan dimulai kembali pukul 16.00.
Sementara itu, pakar hukum dan tata negara Refly Harun menyebut, presidential threshold 20 persen dianggap telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 14/PUU-XI/2013 yang mengatur pemilu serentak 2019. Dirinya menyebut presidential threshold 20 persen tidak memiliki dasar hukum. Adapun dasar yang digunakan adalah hasil Pemilu 2014, itu mengada-ada dan menyalahi aturan.
“Kalau dasarnya pemilu legislatif 2019 baru mungkin (dipakai),” ungkap Rafly. Masalahnya, kata dia, ini soal pemilu serentak Pileg dan Pilpres di tahun 2019. Jadi tidak logis menjadikannya acuan. “Pemilu presiden 2019 tidak bisa menjadikan hasil pemilu 2014 sebagai dasar,” tegasnya.
Pendapat serupa juga diungkapkan oelh peneliti LIPI, Syamsuddin Haris. Dirinya mengatakan bahwa presidential threshold 20 persen sudah tidak lagi relevan. Baginya, presidential threshold (20 persen) hanyalah upaya untuk mendikte Pilpres 2019 dengan perolehan suara atau kursi di parlemen 2014 silam. Kalau ini digunakan sebagai syarat Pilpres 2019, itu sebuah penyimpangan.
“Bagi saya ambang batas pencalonan presiden adalah sesuatu yang sifatnya anomali menyimpang dalam sistem presidensial. Bukan hanya berlaku ketika pileg dan pilpres serentak, tapi juga berlaku jika tidak diserentakkan,” kata Syamsuddin.
Pewarta: Ucok Al Ayubbi
Editor: Romandhon
You may like
Partai Demokrat Inginkan Isi Pertemuan KaBin, Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan Kapolri
Rhoma Irama Gugat UU Pemilu
Yusril Berencana Gugat Presidential Treshold
Negara akan Ambruk oleh Oligarki Parpol
PT Hanya Ciptakan Tradisi Mengemis dan Politik Transaksional
Anggota Fraksi Hanura Sangkal Sebutan Rezim Jokowi Otoriter
Terbaru
Pemda Diminta Evaluasi Program Pengendalian Penyebaran Covid-19
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemda diminta evaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19. Permintaan tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian...
42 CPNS Kankemenag Barsela Terima SK
NUSANTARANEWS.CO, Blang Pidie – 42 CPNS Kankemenag Barsela terima SK. Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) Kanwil Kemenag Aceh Drs...
Kemendagri Gelar Rakornas Percepatan Verifikasi Pulau dan Batas Wilayah
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kemendagri gelar rakornas percepatan verifikasi pulau dan batas wilayah. Melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil), Kemendagri...
Perang Yaman: Awal Mula Konflik dan Kebangkitan Houthi
NUSANTARANEWS.CO. Sana’a – Perang Yaman: Awal mula konflik dan kebangkitan Houthi. Jutaan orang Yaman di 14 provinsi melakukan aksi unjuk...
Polres Palopo Kirim Bantuan Bencana Alam di Mamuju
NUSANTARANEWS.CO, Palopo – Polres Palopo kirim bantuan bencana alam di Mamuju. Empati dan dasa kepedulian terus mengalir kepada para korban...
Terpopuler
- Gaya Hidup4 days ago
37% Warga Jerman Melakukan Hubungan Seks dengan Orang yang Tak Dikenal
- Kesehatan6 days ago
Studi: Postur Duduk Tegak Dapat Mengobati Stres
- Gaya Hidup6 days ago
4 Cara Tepat Menyikapi Pertengkaran dengan Pasangan
- Kesehatan6 days ago
Mengejutkan, Konsumsi Semangka Bantu Kulit Tampak Awet Muda