Puisi

Kepada Tuan Malaka, Puisi Ahmad Zubaidi

puisi doa awal tahun, doa awal tahun, puisi rahmat akbar, rahmat akbar, puisi doa, puisi indonesia, puisi penyair indonesia, puisi nusantara, nusantaranews, nusantara news, puisi perjuangan, harmonisasi perjuangan
Kano di tengah lautan. (Foto: Ilustrasi/Shutterstock)

Kepada Tuan Malaka

Kepada Tuan dan Puan di Malaka
Sehimpun air mata terkatung di buritan sampan
Aku menulis surat, sambil mengunyah sirih menelan isak

Yang kekal di antara kita adalah kejujuran
Setiap selesai sembahyang zaman
Ada sepotong ingatan mengambang di ambang pasang
Sebelum rampung segala peluh di altar pualam

Kepada Tuan dan Puan di Malaka
Aku tulis desah dari lautan berhaluan simpang
Fajar di ufuk timur melamurkan pandang
Dendang gelombang menabrak segala riang berguguran

Kepada Tuan dan Puan
Rasi bintang di antariksa
Adalah sebuah tanda pelayaran
Sebelum tanggal seluruh zikir di ujung pandang

Yang terhormat
Tuan Malaka
Al-Fatihah.

Gapura, 1440 H

Melihat dari Jendela

Aku melihat cerobong asap mengepul dari jendela
Orang-orangan sawah yang setia menunggui musim bergantian lewat suara kaleng yang ditarik seperti kata-kata yang berlompatan dari sebuah buku

Dari jendela, senantiasa kusaksikan hujan menyalami tanah prihal rindu
Satu dua tiga burung gereja bertengger di kabel listrik selepas hujan membisikkan tembang kesunyian

Aku juga melihat tubuh mumenyingsing matahari
Dengan sebuah pikulan menuju pasar

Namun, dari jendela aku senantiasa melihat alam
Tanpa sedikit komentar tentang hikayat tubuh yang terluka
Teronggok di atas meja.

Gapura, 03-2019

Toyabungkah dalam Puisi

Sepanjang jalan menuju Toyabungkah, aku dendangkan siul camar dan desah pendoa yang sesekali menggantung sunyi di ranting tua selepas pagi meringkas kata pada tubuh kita. Aku juga merangkum segala nyala sisa hari kemarin, mengemas cemas yang bertebaran di lorong-lorong rahasia.

Menuju desa dengan kepul air panas penyembuh segala luka, aku menyaru usia pada setiap daun-daun kering yang berguguran di halaman rumah penduduk kampung, seperti hujan, aku lekas menulis tentang keindahan.

Di tepi danau yang menyimpan sejarah, aku melukis tubuh gunung dengan sebuah puisi paling sederhana, menulis segala lekuk tubuhnya yang indah dan mempesona yang menghadiahi manusia kesejukan dan ketenangan jiwa.

Sementara, burung-burung sibuk memetik air mata pada setiap dahan pepohonan yang tegak berdiri di tubuh gunung sambil mengalunkan zikir pualam sebuah cipta tuhan, aku sibuk merangkai percakapan pada tubuh yang senantiasa ditasbihkan dalam doa.

Gapura, 21 Agustus 2019

Related Posts

1 of 3,062