Kemiskinan di NTT dan Sultra Menurun, Berikut Laporan BPS

Kemiskinan dan Nasib Anak/foto Caelumettera/Nusantaranews

Kemiskinan dan Nasib Anak/foto Caelumettera/Nusantaranews

Kelaparan adalah pemberontakan
Adalah penggerak ghaib
Dari pisau-pisau pembunuhan
Yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin.

(Sajak Orang Lapar, WS Rendra)

Sebait sajak WS Rendra di atas sepintas terkesan kasar dan tanpa sisa kebaikan dalam diri orang-orang miskin. Faktanya, kelaparan yang dibiarkan akan membunuh kesabaran manusia. Ketika kesabaran itu enyah sebagai fitrah manusia, sejak saat itulah “pisau-pisau pembunuhan” menemukan tempatnya di dalam kehidupan. Apalagi Pemerintah yang bertanggung atas nasib rakyatnya tidak hadir.

Hingga kini, pergantian kepemimpinan di Indonesia (diulang) belum tuntas merubah wajah sebuah negeri yang paradoks. Dimana kekayaan sumber daya alamnya, belum menjadi penyebab utama meningkatnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Kendati tanpa menutup mata, data-data yang ada mulai menunjukkan adanya pengurangan kemiskinan di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa di penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami penurunan.

Laporan BPS NTT

BPS NTT menerangkan, angka kemiskinan di NTT pada September 2017 mengalami penurunan dari 1.134,74 ribu orang (21,38) persen dibanding penduduk miskin pada Maret 2017 yang berjumlah 1.150,79 ribu orang (21,85) atau menurun sekitar 16.050 orang.

Kepala BPS Provinsi NTT Maritdje Pattiwaellapia menerangkan, penurunan terjadi diakibatkan oleh pada periode Maret hingga September inflasi umum sebesar 0,43 persen namun kelompok bahan makanan pada periode tersebut mengalamai deflasi yaitu sebesar 3,74 persen yang sangat besar kontribusinya terhadap penurunan kemiskinan.

Disamping itu, lanjut Maritdje, penurunan angka kemiskinan tersebut diakibatkan oleh tingkat kesejateraan petani cenderung meningkat pada bulan September 2017. “Hal ini tercermin pada NTP Nusa Tenggara Timur bulan September 2017 sebesar 103,00 meningkat menjadi 2,16 poin jika dibandingkan dengan periode Maret 2017 sebesar 100,84 point,” ujarnya di Kupang, Selasa saat mengelar rilis awal bulan soal inflas di provinsi berbasis kepulauan itu yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan dinas serta instansi terkait seperti dilansir Antara.

Menurut Maritdje jumlah penduduk miskin tersebut merupakan jumlah secara keseluruhan. Namun jika dihitung berdasarkan pendudukan miskin di desa dan perkotaan mengalami perbedaan.

Untuk jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan mengalami penurunan sebanyak 17.690 orang dari jumlah keseluruhan penduduk miskin di desa yang berjumlah 1.033 390 juta jiwa. Sementara itu untuk penduduk miskin di perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 1.640 jiwa dari jumlah yang sebelumnya 117.400 jiwa. “Oleh karena itu untuk menurunkan angka kemiskinan tersebut, budaya pesta pora dalam setiap kegiatan atau acara harus dihilangkan,” cetusnya.

Laporan BPS Sultra

BPS Sultra mencatat jumlah penduduk miskin di provinsi itu hingga Septemner 2017 313,16 ribu orang, dan 245,19 ribu orang berada di pedesaan dan hanya 67,96 ribu orang di perkotaan.

Kepala BPS Sultra, Atqo Mardiyanto di Kendari, Selasa mengatakan, penduduk yang berada pada garis kemisikinan Sultra itu berdasarkan hasil pendapatan mereka hanya mencapai angka Rp300.258 per kapita per bulan.

“Artinya bahwa warga yang tidak mencapai angka pendapatan dan penghasilannya Rp300.258 per bulan maka dikategoruikan sebagai penduduk miskin. Sedangkan penduduk yang rata-rata pendapatannya sudah melebihi angka Rp300.258 per bulan, maka sudah dikategorikan tidak miskin,” ujar Atqo.

Atqo mengatakan, perkembangan penduduk miskin dari Maret 2017 hingga September 2017 alami penurunan 0,84 poin dimana pada bulan September penduduk miskin mencapai 11,97 persen dari jumlah penduduk atau alami penurunan dibanding pada Maret 2017 yang mencapai 12,81 persen.

“Dengan demikian bahwa jumlah penduduk miskin Sultra alami penurunan 18,55 ribu orang atau pada Maret 2017 sebanyak 331,71 ribu orang menjadi 313,16 ribu orang di bulan September 2017,” tuturnya.

Dibagian lain, kata Atqo, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sultra dilakukan berdasrkan metodologi penghitungan `gini ratio` dan distribusi menurut World Bank. “Gini ratio September 2017 Sultra berada pada angka 0,404 atayu naik 0,010 poin dibanding gini ratio Maret 2017 (0,394) kemudian naik 0,016 poin dibanding gini ratio September 2016 (0,388),” tutupnya.

Pewarta/Editor: Achmad S.

Exit mobile version