Berita UtamaPolitik

Kemenangan Kelompok Salafisme dalam Demokrasi Indonesia

Pakar Kajian Timur Tengah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ibnu Burdah/Dok. Pribadi/Nusantaranews
Pakar Kajian Timur Tengah dan Pengajar di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Ibnu Burdah/Foto Dok. Pribadi/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Pakar kajian Timur Tengah (Timteng) Ibnu Burdah, menilai aktifisme keislaman yang berkembang cepat akhir-akhir ini dengan menguatnya berbagai isu-isu yang menyita perhatian umat Islam secara luas di Indonesia merupakan hal baru. Menurutnya, perkembangan itu selain karena adanya benih-benih kampanye Wahabi yang telah digencarkan sejak lama juga karena lingkungan demokratis Indonesia dan perkembangan media sosial yang membantu penyebaran model keislaman yang simpel tapi dengan emosi bergelora serta identitas yang “baru”.

“Yang dimaksudkan sebagai aktifisme keislaman di sini bukan melulu gerakan dengan ideologi, strategi, organisasi, kepemimpinan dan keanggotaan yang jelas dan agenda yang kaku seperti negara Islam atau formalisasi Syariah Islam sebagaimana pengertian tradisional tetapi juga meliputi seluruh ekpresi dan aktivitas untuk mendukung gagasan atau sikap keislaman tertentu,” ungkap dosen pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Dirinya menambahkan, aktifisme keislaman dalam pengertian ini bisa berwujud menshare berbagai sikap dan gagasan melalui media sosial. Narasi-narasi obrolan santai di “warung kopi”, obrolan santai dengan tetangga, kegiatan-kegiatan kampung, dan seterusnya.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

“Sekali lagi, kendati organisasi dan lembaga-lembaga Salafi tak mampu menandingi Islam mayoritas hingga sekarang tetapi pikiran-pikiran Wahabi rupanya telah menyebar dan tercermin dalam aktifisme keislaman di Indonesia akhir-akhir ini,” sambung dia.

Ibnu Burdah menyebutnya itu sebagai bentuk eklusi terhadap praksis keislaman mayoritas umat Islam Indonesia. Misalnya, semula hanya terbatas pada orang-orang dalam kelompok-kelompok Salafi (Wahabi) secara eklusif tetapi sekarang praksis eklusi terhadap mayoritas itu cenderung meluas.

“Eklusi terhadap sesama umat Islam khususnya praksis keislaman mayoritas orang Indonesia seperti pembidahan, pensyirikan, penyesatan, dan pengkafiran bukan lagi menjadi retorika eklusif kelompok-kelompok Wahabi tetapi telah menjadi gejala yang juga terjadi di berbagai kalangan umat Islam Indonesia di luar kelompok itu,” tandasnya.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 3