Traveling

Kemegahan Angkor Wat di Kamboja

NUSANTARANEWS.CO – Berbicara tentang kota Angkor di Kamboja, maka tak bisa lepas dari keberadaan Angkor Wat. Yakni salah satu candi utama di kawasan Angkor. Kota Angkor tidak lain adalah ibukota Kerajaan Khmer dalam periode lama, yakni dari abad ke-9 sampai abad ke-15 M.

Dibangun antara tahun 1113 dan 1150 atas perintah raja Suryawarman II. Suryawarman naik takhta setelah berhasil mengalahkan pangeran saingannya. Sebuah prasasti menuliskan bahwa Suryawarman memenangi perang dengan cara melompat ke punggung gajah perang musuh sekaligus membunuh musuhnya, bagaikan garuda membunuh ular naga.

Setelah mengkonsolidasikan posisi politiknya melalui berbagai serangan militer, diplomasi, dan administrasi domestik, Suryawarman memulai membangun Angkor Wat sebagai candi pribadinya sekaligus kuil dan makam tempat ia dimuliakan. Ia memutus tradisi raja-raja Khmer sebelumnya yang lebih mengutamakan Shiwa dengan berpaling pada aliran Waisnawa seiring bangkitnya aliran yang lebih memuliakan Wishnu ini di India.

Ia mempersembahkan candi ini untuk Wishnu dengan menyebutnya Vishnuloka, dan bukan kepada Shiwa. Dengan tembok hampir mencapai panjang 2,4 kilometer pada setiap sisinya, Angkor Wat dengan megahnya menggambarkan kosmologi Hindu, dengan menara utama yang melambangkan gunung Meru, tempat bersemayamnya para dewa. Dinding luar melambangkan kawasan gunung yang melingkari dunia. Parit besar melambangkan samudra luas.

Tema tradisionalnya adalah mengidentifikasikan dewa-raja Kamboja dengan dewa Hindu, dan tempat tinggalnya adalah kerajaan langit (swargaloka) yang nampak dari segala perwujudan akan perlambangan candi agung. Ukuran candi ini sendiri memiliki arti kosmologis sebagai simbol alam semesta.

Suryawarman II menginginkan dinding candi dihiasi dengan bas relief, selain menampilkan adegan dalam mitologi, juga menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari di istana kerajaan. Salah satunya diilustrasikan tatkala sang raja dalam ukuran besar tengah duduk dengan kaki bersilang di singgasana tinggi tengah memimpin rapat kerajaan, sementara dayang-dayang dan pengiringnya mengipasi dan memayunginya.

Setelah wafatnya raja Suryavarman II, sekitar tahun 1150 masehi, kerajaan terjerembab dalam perebutan kekuasaan dan kekacauan politik internal kerajaan. Melihat situasi yang dilanda kegaduhan, Champa sebagai negeri tetangga (kini bernama Vietnam) memanfaatkan situasi ini pada 1177 sebagai momentum tepat untuk melancarkan serangan. Melalui jalur laut kemudian masuk sungai Mekong dan menyeberangi danau Tonlé Sap, serangan tersebut dilancarkan. Balatentara Champa berhasil menaklukan ibukota Khmer di Yasodharapura dan menumpaskan raja yang berkuasa. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts