Politik

Kembalikan Pers Sebagai Pilar Demokrasi (Part II)

(Opini dan Analisis Pasca Anugerah Prapanca Agung SBY)

Oleh: Ferdinand Hutahaean

Ketiga, “Demokrasi memerlukan pemberitaan pers yang objektif dan faktual, tidak memberitakan hoax dan jangan terlalu partisan.” Pernyataan ini sungguh dapat kita maklumi dan mengerti dengan mudah. Kondisi saat ini demokrasi kita justru teracuni oleh posisi pers yang partisan bahkan terlalu partisan. Yang paling menyedihkan tidak sedikit pers yang bahkan memberitakan hoax demi kepentingan politik kelompok tertentu.

Inilah bahayanya dan dampak negatif dari media yang dimiliki oleh tokoh politik atau dimiliki pemodal yang menjadi partisan politik. Media sebagai pilar demokrasi seharusnya memberikan kebenaran faktual dan tidak memberitakan rekayasa opini. Publik kemudian teracuni oleh rekayasa opini sehingga publik menjadi tidak mendapat kebenaran faktual yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan demokrasi. Dampak jangka panjang dari itu semua tentu satu saat publik akan sampai pada titik dimana kebohongan menjadi kebenaran, maka hancurlah demokrasi secara permanen.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Nunukan: Ini Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Untuk Caleg Provinsi Kaltara

Keempat, “Adakah Media (TV, Radio, Koran, Majalah, Media On Line, Media Sosial) yang tidak berpihak menjadi corong pihak-pihak tertentu? Ada tidak pengaruh pemilik modal terhadap pemberitaan medianya? Ada tidak pengaruh kekuasaan yang juga membuat media jauh dari independen sebaliknya sangat berpihak dan menjadi corong kekuasaan?”. Menjadi sangat wajar pertanyaan-pertanyaan tersebut meluncur deras dari SBY. Sebagai negarawan yang paham betul tentang Demokrasi dan hakekatnya, tentu ketiga pertanyaan itu timbul bukan tanpa sebab.

Media-media saat ini terutama media main stream adalah media yang dimiliki oleh tokoh politik, dimiliki oleh pemodal yang terafiliasi dengan kelompok politik dan dimiliki oleh pemodal yang terafiliasi dengan kekuasaan. Semua indikator itu menyebabkan pemberitaan yang tidak berimbang dilapangan, pemberitaan yang tidak proporsional, pemberitaan yang penuh dengan rekayasa opini serta pemberitaan yang menjadi racun bagi Demokrasi. Korbannya adalah rakyat, publik yang berhak mendapat pemberitaan yang faktual sehingga rakyat menjadi paham harus menentukan sikap pilihan dalam kontestasi politik sebagai praktek demokrasi yang hakiki.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Kelima, “Rakyatlah sesungguhnya pemilik media publik.” Pernyataan pendek ini juga sangat menarik untuk dicermati dan dianalisis. Mengapa SBY menyatakan bahwa rakyatlah sesungguhnya pemilik media? Saya mencoba merenungi kalimat pendek ini dan menemukan jawaban dalam diri saya. Media adalah seharusnya corong publik, media seharusnya menjadi jembatan antara publik dengan penguasa, media seharusnya menuntun publik melaksanakan demokrasi secara benar.

Maka publik adalah subjek dan objek utama bagi media. Tanpa publik, maka media tak berguna, dan tanpa media, publik kesulitan mengakses informasi. Inilah segarusnya simbiosis mutualisma antara media dengan publik, bukan seperti sekarang media lebih bersimbiosis dengan kekuasaan dan kepentingan politik.

Kembalikan Media sebagai pilar demokrasi yang memberitakan kebenaran faktual, yang menuntun rakyat berdemokrasi secara benar, yang mendidik rakyat tentang kebenaran dan demokrasi, yang mengawal demokrasi ditengah rakyat, bukan yang meracuni  publik / rakyat dengan racun rekayasa opini apalagi sebuah kebohongan atau hoax. Inilah inti pokok seruan SBY pasca menerima anugerah Prapanca Agung sebagai Bapak Demokrasi yang saya pahami dan coba tuliskan dalam sebuah analisis dan opini.

Baca Juga:  JKSN Jatim Deklarasikan Dukungan Khofifah-Emil Dua Periode

Semoga…!!!

Makasar, 31 Maret 2017

Baca: Kembalikan Pers Sebagai Pilar Demokrasi (Part I)

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 36