Hukum

Kematian Anggota KPPS, Ironi Sebuah Negara Demokrasi

anggota kpps, kematian, pemilu 2019, ironi, negara demokrasi, nusantaranews
Kematian Anggota KPPS, Ironi Sebuah Negara Demokrasi. (Foto: Detikcom)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kematian anggota KPPS di Pemilu 2019 merupakan perstiwa ironis untuk sebuah negara demokrasi seperti Indonesia.

Aktivis HAM, Natalius Pigai mengaku miris sebuah hajatan pesta demokrasi bisa menelan korban nyawa. Menurutnya, kenyataan tersebut sangat ironi di sebuah negara demokratis.

Seperti diwartakan, KPU menyebut jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia terus bertambah menjadi 230 orang. Sedangkan ada 1.671 orang yang sakit.

“Suatu ironi, bagaimana mungkin sebuah hajatan demokrasi dan hak asasi manusia harus menelan korban manusia, orang-orang yang tidak berdosa harus berkorban,” kata Pigai dikutip dari pernyataannya, Jakarta, Sabtu (27/4/2019).

Baca juga: Pemilu 2019 Banyak Menelan Korban Nyawa, Siapa yang Bertanggung Jawab?

“Tidak mungkin mereka menjadi korban jika tanpa pemilu, dan pemilu justru meninggalkan jeritan kemanusiaan, bukan ajang untuk memuliakan manusia,” sambung dia.

Komisioner Komnas HAM 2012-2017 ini menuturkan, peristiwa nahas yang dialami para penyelenggara Pemilu 2019 patut diselidiki. Sayangnya, kata dia, pemerintah dan penyelenggara negara lainnya terkesan menganggap remeh dan enteng persoalan serius ini.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

“Justru pemerintah menganggap remeh, masa bodoh, bahkan beralibi bahwa mereka meninggal karena kelelahan. Suatu pernyataan prematur tanpa bukti rekam medis dan penyelidikan,” kecam Pigai.

Tokoh asal Papua ini mengungkapkan, meskipun hajatan demokrasi asasnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tetapi pemerintah tetap menjadi pihak yang memegang tanggung jawab.

Baca juga: Kasus Meninggalnya Penyelenggara Pemilu 2019 Menjadi Sorotan Dunia

“Pemerintah dalam hal ini Komisioner KPU Pusat memiliki otoritas berdasarkan undang-undang untuk mengatur dan menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan,” paparnya.

Pertanyaannya, siapa yang mesti bertanggung jawab atas kematian 230 anggota KPPS dan 1.671 lainnya sakit?

“Sesuai dengan hukum, kita mengenal apa yang disebut delik yang dalam bahasa latin disebut delictum yang menurut Prof Andi Hamzah adalah pelaku kejahatan. Singkatnya, hukuman pidana yang dikenakan kepada pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang,” urai Pigai.

Sebab, tambah dia, jika dilihat secara cermat, peritiswa kematian petugas KPPS tersebut tidak bisa lepas dari tanggung jawab pidana.

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

“Di dalam hukum pidana kita mengenal apa yang dinamakan Delik Dolus dan Delik Culpa. Delik Dolus adalah delik yang dikenalan karena adanya unsur kesengajaan atau dalam bahasa pidana disebut ‘dengan sengaja’ menyebabkan kematian. Sedangkan Delik Culpa adalah delik yang dikenakan karena kesalahannya itu ‘akibat kealpaan’,” papar dia.

(eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,059