Ekonomi

Kejanggalan Pengelolaan Garam Nasional

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Baru-baru ini pemerintah tengah gencar hendak melakukan impor garam. Sebagai nagara dengan garis pantai terpanjang dunia nomer dua, maka ketergantungan impor terhadap garam dinilai janggal sekaligus ironis.

Menyoal kasus krisis dan wacana impor garam, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa memandang bahwa impor bukan mengatasi masalah tentang garam di nasional.

Menurutnya persoalan garam akan benar-benar tuntas ketika pemerintah membenahi terlebih dahulu terkait pengelolaan garam nasional secara benar. Terpenting sambungnya, menghentikan monopoli para kartel asing.

“Karena itu, baiknya pemerintah fokus perbaiki infrastruktur garam nasional, perpendek pola distribusi garam yang tidak lagi melibatkan kartel asing. Sehingga petani garam nasional bisa memiliki kemandirian yang kuat dan bertahan serta stok garam selalu tersedia,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya.

Dirinya menambahkan, kelangkaan garam di sebuah negeri yang memiliki matahari, laut, dan garis pantai lebih banyak dibanding di sebagian besar negara dunia tentu amat mencengangkan dan tak masuk akal. Dirinya mencium ada hal yang tidak beres terkait kebijakan pengelolaan komoditas garam.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

“Krisis ini seharusnya bisa diantisipasi jauh sebelumnya. Tanda akan terjadi darurat garam sudah terlihat jauh hari. Misalnya, sejak Lebaran, harga garam atau jerut nyaris tak pernah turun lagi. Di tingkat konsumen, harga melambung hingga empat kali lipat,” sambungnya.

Saat ini, kata Rusdianto Samawa, kebutuhan garam nasional setiap tahun sebesar 4,3 juta ton. Di dalamnya mencakup garam industri dengan kadar Natrium Klorida (NaCl) di atas 97 persen dan garam konsumsi dengan kadar NaCl di bawahnya.

Sementara, sebanyak 1,8 juta ton di antaranya dipasok dari dalam negeri, kebanyakan untuk garam konsumsi yang kini langka. Di tambak milik PT Garam di Sumenep, misalnya, produksi garam pada Mei-Juni hanya 50 ton, anjlok dibanding angka biasanya yang mencapai 2.500 ton. Produksi garam konsumsi tahun 2016 sebesar 144.000 ton tak cukup guna memenuhi kebutuhan nasional.

“Sebenarnya, impor garam tidak tergantung pada NaCl-nya. Metode ini sebetulnya sudah harus diketahui sebelum impor dilakukan. Yang jadi masalah pemerintah tidak mendahulukan kepentingan rakyat petani tambak garam. Seyogyanya terlebih dahulu melakukan distribusi kepada seluruh pasar tradisional sebagai pusat kebutuhan rakyat.” Ungkapnya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

Kalau saja pemerintah memiliki kemauan untuk merubah keadaan agar tidak menjadi lahan permainan kartel, maka kata Rusdianto Samawa, pemerintah harus memperkuat petani garam dengan kebijakan atau regulasi pemberdayaan dan pembangunan yang sustainable. Sala satu yang paling penting dibangun adalah alat distribusi garam.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 6