Puisi

Kedamaian dan November Kelabu

kedamaian, puisi, november kelabu, sefri hidayat, puisi karya, kumpulan puisi, nusantaranews
Ilustrasi – Kedamaian. Potret sebuah desa di Kalimantan Barat. (Foto: Eriec Dieda/NUSANTARANEWS.CO)

Kedamaian dan November Kelabu
Puisi karya Sefri Hidayat

 

Kedamaian

Kuingat kala itu tak sengaja melihat
Senyumu, elok bagai pelangi abadi
Lucu memang, meski tangismu lebih dulu
Terdengar dari tangisku di dunia ini
Bukanlah suatu pertanda ku biarkan
Diriku rela mendengar tangis – tangis yang lain darimu

Laksana hujan abu yang turun kala bumi
Bernafas, ku meluhat tangis dalam senyumu
Kau tau? Tangismu adalah luka bagiku
Dan senyumu adalah bahagia untukku
Aku sadar ada yang tak biasa dalam
Dririmu atau bahkan diriku?
Mungkin itu hanya perasaanku

Mesti kuhapus walaupun belum sempat kutulis
Namun apalah mampuku yang hanya
Pendekar kecil tanpa runcingnya bambu

Dan kau tau?
“kedamaian” ini adalah namamu

Tasikmalaya, Februari 2018

 

 

November Kelabu

Derai hujan yang turun tak sederas air mata yang mengalir
Guntur yang berbisik tak selantang degup rinduku padamu
Capung yang berterbangan tanpa haluan,
Mengisyaratkan kehilangan tanpa alasan

Keikhklasan bukanlah suatu jawaban,
Ataupun gambaran yang dapat kuterima
Dadu–dadu yang dilempar mungkin akan
Berhenti pada satu angka pasti
Tapi tidak diriku,
Panjangnya jalan yang telah kutapaki
Bersamamu berakhir tanpa tujuan
Bahkan tempat singgah pun tak ada

Kini hujan telah berganti mendung dan
Mendung telah berganti pelangi
Suatu keindahan yang tak abadi tapi,
Mampu menyejukan hati
Bagaikan hujan dan mendung yang memberi kesempatan pelangi tuk bersinar,
Mengapa tidak aku!?

Kedamaian yang terdambakan bukanlah bintang yang jauh disana,
Serta bukanlah bulan yang sulit digapai
Namun, kedamaian adalah hidayah
Terdekat tuk siap selalu bersama
Dikala suka, duka, dan bahagia

Tasikmalaya, Maret 2018

 

 

20ku

Satu ku tak tau
Dua tak mau tau
Tiga tanpa kasihmu
Empat ku rindukanmu
Lima kau hampiriku
Enam separuhmu pergi dariku
Tujuh ku ingin tau
Delapan ku mulai tau
Sembilan awal sembilu
Sepuluh ku terbelenggu
Sebelas kau pinta tuk jauh dariku
Duabelas ku tanpamu
Tigabelas telah kelabu
Empatbelas tak kuingat rasanya syahdu
Limabelas terdamparku dalam belenggu
Enambelas sendiriku menahan pedihnya kalbu
Tujuhbelas ku sadar ku harus mulai langkah baru
Delapanbelas hampirku tak mau lanjutkan mimpiku
Sembilanbelas kutau bahwa diriku
Mampu menahan rindu, melawan kelabu, dan menggapai cita yang baru
Duapuluh kumau dunia tau bila dirik
Mampu dan mau bersyukur akan nikmat-Mu
Ya Allah ya Tuhanku

Tasikmalaya, 24 April 2018

 

 

 

Penulis: Sefri Hidayat yang gemar membaca dan menonton ini lahir di Cilacap Jawa Tengah pada tanggal 24 April 1998. Beralamat di salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Cilacap, tepatnya di Kecamatan Kedungreja yang merupakan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Siliwangi yang termotivasi untuk menulis oleh Bode Riswandi dosen dan sastrawan Tasikmalaya.

Related Posts

1 of 3,053