NUSANTARANEWS.CO – PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis yang dimiliki dan dicintai rakyat Indonesia serta merupakan cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta harus dikuasai negara kemungkinan bisa tinggal catatan sejarah. Hal ini bisa terjadi, jika pemerintah tak hati-hati dalam menerbitkan berbagai kebijakan dan peraturan yang justru merugikan posisi BUMN.
Apalagi jika BUMN PLN pun tak dikelola secara baik, efektif, efisien dan profesional, selanjutnya bisa jadi akan tinggal nama karena kebijakan Pemerintah sendiri. Sebagai misal, kebijakan harga jual listrik ke konsumen akhir atau masyarakat yang ditetapkan secara tidak ekonomis dan wajar, tanpa memperhatikan harga dasar pasar batu bara sebagai pembentuk Harga Pokok Produksi Listrik dan Harga Jual Listrik ke konsumen atau pelanggan PLN (beban biaya hulu ke hilir).
Baca:
Inkonsistensi Komitmen dan Kebijakan BBM RON 88
Kehadiran SPBU Swasta dan Komitmen Penghapusan Premium
Menyoal Holding BUMN dalam Perspektif Ekonomi Konstitusi
Kebijakan Rasional
Sebagai BUMN, tak ada masalah bagi PT. (Persero) PLN menjalankan kebijakan politik pemerintahan, yaitu harga listrik terjangkau (relatif murah), tentu dengan kalkulasi yang ekonomis. Tanpa melihat proses pembentukan harga energi dasar yang dijual ke konsumen akhir dan kenaikan harga energi primer seperti batu bara, maka beban biaya produksi dan operasional tentu akan berpengaruh atas penetapan harga listrik yang konstan atau tak berubah ke pelanggan PLN.
Dalam jangka panjang, apabila Pemerintah cq. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak merubah ketentuan dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2017, Permen Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumbet Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan Permen Nomor 43 tentang Penyesuaian Harga Pembelian Tenaga Listrik, maka kerugian besar akan dialami PLN.
Dampak dari kerugian yang disebabkan oleh perintah kebijakan Pemerintah yang memaksa PLN menetapkan harga jual ke konsumen masyarakat jauh dari dasar perhitungan kenaikan harga dasar energi primer yang dikuasai swasta, maka Harga Pokok Produksi BUMN ini akan ditanggung oleh PLN sendiri dengan melakukan berbagai tindakan efisiensi di berbagai pos pengeluaran.
Tidak hanya pos biaya variabel dan atau overhead saja yang akan menjadi sasaran efisiensi manajemen PLN, bahkan tindak pengurangan karyawan (down sizing) mungkin akan terjadi. Dan, apabila Kementerian BUMN sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk membuat BUMN sehat dan profesional tidak melakukan upaya dan langkah apapun atas kondisi ini, maka besar dugaan telah melakukan pembiaran terhadap kerugian besar yang dialami PLN ini.
Harga Wajar
Kebijakan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 ini merupakan pintu masuk bagi PLN tak berkinerja dengan baik termasuk dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran utangnya, apalagi jika ada perusahaan swasta yang diberikan keistimewaan (previllege) di sektor ini dan tak menanggung beban kebijakan listrik murah. Dengan patokan harga batu bara yang saat ini beredar di pasar batu bara dunia, maka harga listrik yang saat ini ditetapkan pemerintah akan ditutup (ditanggung subsidinya) oleh PLN sebesat Rp 500 per Kwh untuk kelompok masyarakat miskin dan Rp 750 per Kwh untuk kelompok pelanggan non subsidi.
Maka dari itu, Presiden harus segera bertindak dengan cepat dan tepat untuk menyelamatkan eksistensi PLN dari kerugian yang disebabkan oleh meningkatnya harga pasar batu bara dunia tanpa penyesuaian harga listrik ke konsumen akhir. Sebab, selisih atas kenaikan ini menjadi beban pengeluaran rutin bagi BUMN ini yang akan mengurangi laba, bahkan merugikan PLN dalam jangka panjang. Kemungkinan terburuk dari beban pengeluaran PLN ini adalah pengurangan karyawan, sehingga akan merugikan posisi kepercayaan publik terhadap Presiden yang pada Tahun 2019 akan kembali berkontestasi dalam Pemilihan Umum Presiden secara langsung.
Semoga Presiden dapat memperhatikan dengan seksama substansi kebijakan yang telah diterbitkan dalam Permen No. 13 Tahun 2018 yang jauh sekali mengabaikan posisi ekonomis dan strategis PLN bagi Bangsa dan Negara yang merupakan perintah pasal 33, konstitusi UUD 1945.
Penulis: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi