Mancanegara

Kebijakan Embargo Total Tak Bermoral Amerika Terhadap Venezuela

Kebijakan Embargo Total Tak Bermoral Amerika
Kebijakan Embargo Total Tak Bermoral Amerika

NUSANTARANEWS.CO – Kebijakan embargo total tak bermoral. Pemerintahan Presiden Trump terus memperkuat upaya penggulingan Presiden Maduro yang terpilih secara demokratis. Washington juga telah menegaskan bahwa mereka tidak peduli dengan apa yang diinginkan rakyat Venezuela. Bahkan bila perlu melakukan agresi militer untuk menurunkan Presiden Maduro.

Tekanan keras terhadap Venezuela telah dilakukan sejak Sekretaris Negara Rex Tillerson mengancam dengan embargo minyak dan mendukung upaya kudeta militer di Venezuela dalam sebuah pertemuan komprehensif Dominika 2019. Wall Street Journal bahkan menggambarkan bahwa Amerika Serikat (AS) telah menerapkan “embargo ekonomi total” terhadap Venezuela sejak Agustus 2019.

Memasuki 2020, Gedung Putih semakin meningkatkan retorika perangnya melawan Venezuela. Presiden Trump dalam retorikanya bahkan berjanji akan menghancurkan pemerintah Venezuela dan mengancam blokade laut secara global. Departemen Luar Negeri menegaskan bahwa “Doktrin Monroe” akan disempurnakan dalam minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang.

Implementasi dari retorika tersebut telah menyasar terhadap perusahaan minyak Rusia Rosneft – yang menjadi pembeli utama minyak Venezuela. Dua anak perusahaan Rosneft telah dikenai sanksi karena melakukan bisnis dengan Venezuela.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS telah mengirim telegram terkait langkah ini pada bulan Februari kepada perusahaan minyak Rosneft, Reliance (India) dan Repsol (Spanyol). Sementara Chevron, perusahaan minyak terbesar AS yang masih bekerja di Venezuela, telah diperingatkan bahwa lisensi untuk beroperasi di negara itu tidak akan diperpanjang.

Seperti diberitakan, sejak 2015, pemerintah AS telah menjatuhkan sanksi terhadap 49 tanker minyak, 18 perusahaan Venezuela, 60 perusahaan asing dan 56 pesawat terbang negara Conviasa, di mana 15 pesawat adalah milik perusahaan minyak negara PDVSA). AS telah membuat hampir tidak mungkin bagi perusahaan-perusahaan itu untuk melanjutkan bisnis minyaknya dengan Venezuela – karena perusahaan-perusahaan pengiriman, perusahaan asuransi dan bank akan menolak untuk bekerja dengan mereka.

Sanksi maksnimum AS telah menelan korban besar di Venezuela. Menimbulkan kerusakan ekonomi senilai US$ 130 miliar antara 2015 dan 2018. Menurut mantan pelapor khusus PBB Alfred de Zayas, sanksi telah menimbulkan kematian lebih dari 100.000 warga Venezuela. Tidak mengherankan bila Presiden Maduroi meminta Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki sanksi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Dampak terbesar sanksi tersebut memang sangat terasa di sektor kesehatan Venezuela dalam lima tahun terakhir. Langkah-langkah ini telah menghambat bank untuk melakukan transaksi keuangan untuk pembelian pasokan medis. Masih untung ada solidaritas dari Kuba dan Cina yang mengirim bantuan peralatan medis dan obat-obatan – di tengah menjangkitnya virus corona.

Dalam situasi tekanan sanksi maksimum, baru-baru ini, muncul kelompok bernama Front Patriotik Venezuela. Kelompok ini melakukan serangan teror terhadap gudang yang berisi mesin pemilihan elektronik Venezuela. Mesin-mesin tersebut sengaja dibakar habis pada 7 Maret lalu.

Meskipun belum dapat dibuktikan adanya hubungan langsung dengan Washington, namun operasi tersebut jelas membutuhkan biaya logistik dan keuangan yang signifikan. Banyak operator kaki tangan Amerika yang mendukung penggulingan Presiden Maduro seperti: pemerintahan Duque di Kolombia, pemerintahan Bolsonaro di Brazil atau faksi-faksi oposisi sayap kanan yang dipimpin oleh Juan Guaido.

Serangan teroris tersebut hampir tidak diberitakan oleh media barat. Kesunyian komunitas internasional ini justru bagai ledakan bom yang memekakkan telinga.

Baca Juga:  Rusia Menyambut Kesuksesan Luar Angkasa India yang Luar Biasa

Para penentang Presiden Maduro, kini memang tengah sibuk melakukan pelatihan dan konsolidasi di Kolombia dan Brasil, dengan dukungan jutaan dolar yang digelontorkan oleh AS untuk membentuk pasukan paramiliter sebagai upaya menggulingkan pemerintahan yang sah di Venezuela. Selain itu, AS tampaknya juga sedang mempersiapkan perang konvensional terhadap Venezuela.

Terkait rencana pemilu di Venezuela, dan serangan teror penghancuran mesin-mesin pemungutan suara tidak mungkin menunda waktu pemilihan. Tetapi tanpa mesin sistem pemungutan suara elektronik yang didukung oleh bukti kwitansi kertas, dan audit penghitungan suara, hasilnya akan rentan terhadap klaim penipuan. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,050