Puisi

Kau yang Bercerita Peluru di Benakku – Puisi Surya Gemilang

Wine glass the wine bottle bullet match still life/Lukisan Abstrak Bernard/Foto: id.aliexpress.com
Wine glass the wine bottle bullet match still life/Lukisan Abstrak Bernard/Foto: id.aliexpress.com

Kau yang Bercerita

kepadaku, kau pernah bercerita tentang
ngarai yang lugu dan arwah-arwah
penuh lelah di rumahmu yang gagu.

*

/1/ ngarai lugu

kokang senapanmu, burai isi
kelaminku: tiada perangai yang
sebusuk ngarai. kepadamu, pelor-
pelor mengadu untuk pinta
yang berpadu di atap-atap
rumah. dan di atap-atap rumah
ada serpihan-serpihan badai
yang sedang menanti tidurmu.

kepadaku, ada yang bercerita:
kepak sayap hujan menerbangkan
apa yang ada di dalam kepalamu.
ngarai yang lugu mungkin tak
mengerti cara memagut rindu-rindu
purba dan gagunya randu yang
mempersiapkan tidurmu. tapi ia
dapat mempersiapkan kekalahanmu
yang sedia menjamu.

/2/ arwah-arwah penuh lelah

kematian bagi mereka serupa lelah
yang sehat dan menyenangkan,
seumpama kata-kata yang kadang
mengenyangkan. ternyata,
kelelahan adalah resep menuju
cinta pada rumahmu: kegaguan
yang abadi selain di kehidupan.

anak-anak maut berada di cermin,
kolong ranjang, kaca jendela, serta
di keremangan kamar tidurmu.
setelahnya, tidur bagimu adalah
cara untuk bunuh diri yang tak
pakai lelah. lelah itu tersimpan rapi
di lari pagimu dan di kesedihanmu
yang bertubi-tubi. hingga malam
terlarut di secangkir kopi, lelap hanya
mengetuk-ngetuk pintu kamarmu;
kepalamu tersembunyi di bawah
bantal yang tertimpa seribu kepala
yang berbeda setiap harinya.

*

kepadaku, kau pernah bercerita tentang
ngarai yang memudarkan kata-kata
dan arwah-arwah penuh lelah yang,
ke dalam sedihmu, hendak bertamu.

 

Peluru di Benakku

kau tak pernah usai mengendus
mesiu di tingkah laku dan
pikiranku. panas timah yang
mematangkanku memanggil-
memanggul nama-nama peristiwa
di sekitaran kita yang perlahan-lahan
dipalsukan, atau dilupakan.

*

kembali ke beberapa hari yang
lalu, ketika dengan sepucuk revolver
kau melubangi pelipisku, dan
aku memekik geli seraya mencubit
pipimu saking gemasnya. bau
mesiu yang membikin paru-paruku
jatuh cinta adalah aroma yang
membikin hidungku patah hati.
darahku yang mengucur deras
digunakan oleh seorang dewi cantik
untuk keramas, atau untuk mencuci
bajunya yang selangit punya harga.
dan keesokan harinya sang dewi
lesap entah ke mana, entah bagaimana.

*

aku mengecap karat pelatuk
di ciuman kita.

 

Sibuk Mati*

aku sedang sibuk mati hari ini. aku
sedang sembuh dari sakit yang
mengendap di jantungku dan di
jantungmu. aku sedang pulang dari
kepulangan lainnya yang tak
kunjung tampak. “selamat tinggal.”

*) Puisi ini terinspirasi dari puisi “Minggu” karya Joko Pinurbo.

Surya Gemilang/Istimewa
Surya Gemilang

Surya Gemilang, lahir di Denpasar, 21 Maret 1998. Antologi cerpen tunggal pertamanya berjudul Mengejar Bintang Jatuh (2015). Tulisan-­tulisannya yang lain dapat dijumpai di lebih dari delapan antologi bersama dan sejumlah media massa. Publikasi puisi-puisi Surya Gemilang di nusantaranews.co minggu ini adalah “Kekasih yang Kera“, “Hari Ini Bukan di Denpasar“, “Pan Kasim, Dongengi Aku“,  “Pun Sajak Bisa Merambat“,  “Racun Belukar Malam“, “Sajak Pedang“, dan “Serat“.

Related Posts

1 of 124