Hukum

Kasus Suap Bakamla, KPK Cegah Politikus Golkar

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kasus Suap Bakamla, KPK Cegah Politikus Golkar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Politikus Partai Golkar Fayakhun Andriadi untuk bepergian ke luar negeri.

“Pencegahan dilakukan terkait dengan penyidikan kasus suap dalam pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla),” ujar Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, (18/7/2017).

Selain Fayakhun, KPK juga mencegah Erwin Arief yang merupakan Managing Director PT Rohde and Schwarz.

“Pencegahan dilakukan untuk enam bulan ke depan, terhitung sejak akhir Juni,” ucap Febri.

Febri menambahkan, pencegahan ini diperlukan untuk kepentingan penyidikan, agar ketika dibutuhkan terkait pemeriksaan keduanya tidak berada di luar negeri.

“Sehingga proses penyidikan bisa lebih efektif dan tidak terganggu,” pungkasnya.

Sebagai informasi, KPK sendiri tengah mengembangkan kasus suap pengadaan satelit pemantau di Bakamla ini pada dugaan penggiringan anggaran di DPR, dalam proyek tersebut.

Mitra kerja Bakamla di DPR adalah Komisi I, terhitung sejak 25 November 2015. Permasalahan anggaran Bakamla, menjadi salah satu yang ikut dibahas bersama dengan Komisi Pertahanan selaku mitra kerjanya.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Dugaan adanya penggiringan anggaran ini terkuak dalam persidangan perkara suap Bakamla beberapa waktu lalu. Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah menyebut telah menyerahkan uang sebesar Rp 24 miliar ke Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.

Ali merupakan kader PDIP. Dia berlatar pengusaha, dengan jabatan sebagai Direktur PT Viva Kreasi Investindo. Menurut pengakuan Ali kepada Fahmi, uang sebesar itu dibagikan ke sejumlah anggota DPR periode 2014-2019.

Mereka yakni Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Eva Sundari dan dari Fraksi PKB Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi. Uang juga diberikan kepada pejabat di Bappenas dan Kementerian Keuangan.

Proyek alat pemantauan satelit itu senilai Rp 402,7 miliar, yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016. Proses lelang ditutup 8 September 2016, dengan PT Melati Technofo Indonesia sebagai pemenang.

Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 225