Peristiwa

Kasus Patrialis Akbar; MK Diminta Tak Tunggu Tamparan Ketiga

NUSANTARANEWS.CO – Peristiwa penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar 2013 silam ternyata masih belum cukup membuat lembaga tersebut melakukan pembenahan. Pasalnya, peristiwa yang sama kini justru terulang lagi dan menimpa hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Patrialis diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dari importir daging sapi bernama Basuki Hariman (BHR) terhadap perkara judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diajukan oleh Teguh Boediono dan kawan-kawan. Basuki sendiri bukan merupakan pihak yang mengajukan judicial review, melainkan pengusaha yang ingin diuntungkan dengan ditolaknya judicial review tersebut oleh MK.

“Peristiwa Akil Mochtar sama sekali tidak menggetarkan jiwa mereka untuk berbenah dan sekarang kejadian lagi,” cetus Mantan Ketua KY, Suparman Marzuki, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (28/1/2017).

Menurut dia peristiwa ini merupakan tamparan keras bagi MK untuk yang kedua kalinya. Karenanya dia meminta MK segera melakukan pembenahan agar tak ada tamparan keras yang ketiga.

Baca Juga:  Ar-Raudah sebagai Mercusuar TB Simatupang

Hal senada dikatakan oleh Anggota DPR RI Komisi III, Syaiful Bahri Ruray. Kata Syaiful MK harus sungguh-sungguh membenahi internalnya. Jangan sampai, lembaga peradilan ini kembali ditampar dengan kasus suap oleh hakim konstitusi.

“Tidak perlu menunggu tamparan ketiga untuk berbenah. Kalau sampai tamparan ketiga, bubarlah negara kita,” imbuh Syaiful.

Atas dasar itu, sambung kembali Suparman, pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung (MA) diminta untuk sesegera mungkin melakukan evaluasi. Dia tidak ingin kehilangan momen lagi, seperti saat Mantan Ketua MK, Akil Mochtar tersandung kasus yang sama.

“Yang perlu dilakukan adalah evaluasi, untuk memperbaiki, startnya mulai darimana, kita inikan selalu menghilangkan momentum perbaikan, kita buang sia-sia itu, Akil Mochtar ditangkap, bukan main guncangnya, kita hilangkan itu, karena ada maslaah baru, yang barang kali masalah di hilir -hilir, padahal konstitusi ini masalah hulu,” pungkas Suparman. (Restu)

Related Posts

1 of 592