Kasus Ahok ini Kasus Pidana, Bukan Kasus Minoritas vs Mayoritas

Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo/Foto: Dok. Kompas.com

Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo/Foto: Dok. Kompas.com

NUSANTARANEWS.CO – Penetapan tersangka Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok oleh Kabareskrim Polri dinilai bahwa hukum di Indonesia sudah berjalan. Namun demikian, sejumlah pihak tidak serta-merta menerima keputusan tersebut karena baru sebatas tersangka alias tidak ditahan.

Jika berjalan mundur ke belakang, sejak Ahok tergelincir ke dalam kasus penistaan Agama atau menyinggung perasaan umat Islam karena membawa ayat Al-Qur’an dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, gerakan massih umat Islam pun terjadi setelah cuplikan rekaman video itu diuanggah ke YouTube oleh Buni Yani. Pro dan kontra pun terjadi. Silang pendapat dan perang opini antara pemuka Islam pun terjadi. Hingga akhirnya terjadi demo terbesar dan terdamai dalam sejarah demo di Indonesia yang disebut Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016 lalu.

Dapat dibenarkan, bahwa dengan adanya demo 411 itulah, Kapolri dapat menjalankan tugasnya lebih cepat, yakni kurang dari 2 Minggu seperti yang dijanjikan. Namun demikian, penetapan Ahok sebagai tersangka tidak juga membuat umat Islam berhenti untuk menuntut keadilan. Dengan dalih, apabila Ahok tidak ditahan apalagi Ahok dibebaskan, demo besar-besaran yang disebut Aksi Bela Islam III akan kembali digelar pada tanggal 2 Desember nanti. Demo ini disebut Demo 212.

Atas rentetan singkat di atas, dapat ditegaskan bahwa, kasus Ahok bukan semata-semata isu SARA seperti yang dihembuskan oleh sejumlah pihak. Melainkan, murni kasus pidana sebab Ahok telah dijadikan tersangka dengan beberapa bukti yang kuat. Tanpa harus menyebut nama-nama penista agama terdahulu yang telah dihukum, Ahok memang sudah sepantasnya mendapatkan hukuman atas perbuatannya tersebut.

Karena itu, jika ditelaah lebih jauh, tiada keraguan dan kerancuan dalam pikiran bahwa, kasus yang menimpa Ahok bukanlah kasus minoritas vs mayoritas. Kendati secara kasat mata, Ahok seolah sendiri dan hanya dilindungi beberapa orang sementara pihak penuntut adalah umat Islam yang jutaan jumlahnya.

Perihal anggapan bahwa kasus Ahok adalah kasus Pidana dan bukan kasus minoritas vs mayoritas, tersurat dalam “Pesan Menggetarkan Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo untuk Kalangan Non MUSLIM Dalam Kasus Ahok”. Secara lengkap penulis lampirkan di bawah ini:

Pesan Menggetarkan Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo untuk Kalangan Non MUSLIM Dalam Kasus Ahok

Buat temanku Non MUSLIM,
diseluruh Indonesia & Dunia

Saya cuma ingin menyampaikan, bahwa kasus #ahok ini kasus pidana. BUKAN kasus minoritas vs mayoritas. BUKAN juga kasus agama.

Kalau umat Islam marah. Itu karena #ahok telah menista agama Islam, dan tidak ditahan sebagaimana yang diberlakukan terhadap orang-orang sebelumnya yang diduga sebagai penista agama. Penerapan hukum seperti ini TIDAK ADIL. Sehingga membuat MARAH banyak orang. Bukan hanya umat Islam. Bukan hanya Pribumi.

Jadi #ahok itu tidak mewakili perilaku minoritas dan non muslim. Dia kriminal yang tidak perlu dibela atas nama persamaan agama dan status minoritas. Dia juga tidak pantas dijadikan simbol Bhinneka Tunggal Ika.

Saya yang Katolik. Ayah saya (almarhum) turunan Madura. Istri saya asli orang Batak Karo beragama Kristen, dan keluarga besar ayah dan ibu saya mayoritas Muslim, gak nyombong sebagai simbol kebhinnekaan.

Saya bersyukur jadi minoritas di Indonesia. Di negara tetangga yang mayoritas Katolik, mana ada orang non Katolik yang bisa bernasib seperti saya.

Di Indonesia, yang mayoritas Muslim, saya yang Katolik ini bisa lulus nomer satu, hampir diseluruh
jenjang pendidikan militer. Prestasi saya dalam tugas operasi militer pun diakui.

Hubungan mayoritas-minoritas di Indonesia jauh lebih baik daripada di AS. Lihat saja di AS baru satu orang Katolik jadi presiden, sudah tewas dibunuh (JF Kennedy).

Jangan biarkan keharmonisan mayoritas-minoritas dalam Bhinneka Tunggal Ika rusak hanya karena #ahok, dan negara mana pun, termasuk LSM nya tidak perlu mengajari kita cara hidup berbangsa dan bernegara.

Sabtu, 26 November 2016

Letjen TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo

(Sulaiman)

Exit mobile version