EkonomiPolitik

Kasak-kusuk Rencana Pembelian Saham Freeport Sebesar 51 Persen

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim PT Freeport Indonesia telah bersedia melepaskan 51% sahamnya untuk pemerintah Indonesia. Dikatakan, pelepasan saham sebesar itu merupakan permintaan Presiden Joko Widodo dan diminta rampung sebelum akhir April 2018.

“Arahan Bapak Presiden bahwa untuk penyelesaian divestasi PT Freeport Indonesia kalau bisa itu sebelum akhir April sudah selesai, sudah evaluasi dan sebagainya dan tentunya Kementerian ESDM IUPK-nya drafting final sudah selesai,” ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam konferensi pers, Senin (5/3) lalu.

Anggota DPR RI Eni Maulani Saragih pada Febaruari lalu meragukan pemerintah mampu membeli saham Freeport sebesar 51%. “Dananya dari mana? Kalau kita hutang secara tidak langsung kita harus membayarnya,” katanya. Menurut dia, sebaiknya menunggu sampai selesai kontraknya yang berakhir pada tahun 2021.

BACA: Komisi VII Meragukan Pemerintah Sanggup Beli Saham Freeport 51 Persen

Jonan kemudian menjelaskan mekanisme pembelian saham divestasi tersebut. Kata Jonan, pemerintah akan membeli saham dari participating interest Rio Tinto, dan sisanya dari saham PT Freeport Mc Moran yang ada di PT Indocopper.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan Forkopimda Pantau Langsung Proses Pemilu 2024

“Kita akan mengambil alih participating interest Rio Tinto 40% yang akan dikonversi menjadi saham dan sisanya akan diambil dari kepemilikan saham PT Freeport Mc Moran yang ada di PT Indocopper Investama,” jelas eks Menhub ini.

Penjelasan Jonan ini mendapat sorotan dari pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng.

Menurutnya, rencana pemerintah hendak membeli partcipating interest Rio Tinto di Freeport sama sekali tidak berdasar. Pasalnya, Rio Tinto tidak punya saham di Freeport McMoran maupun di Freeport Indonesia. Rio Tinto hanya punya participating interest yang akan berakhir 2021.

BACA: Akal Bulus Jokowi Beli Saham Rio Tinto di Freeport

Indonesia menjalin hubungan Kontrak Karya (KK) dengan Freeport. Lalu Freeport membuat perjanjian participating interest mengenai pembagian produksi sampai dengan tahun 2021, karena ada kontribusi dana operasional dari Rio Tinto dan itu akan berakhir tahun 2021 dan tahun 2021 adalah habisnya Kontrak Karya Freeport.

“Lha kok pemerintah Indonesia malah mau beli participating interest tahun 2022 ke atas?,” kata Salamuddin dikutip NusantaraNews.

“Katanya participating interest bisa dikonversi jadi saham. Ini hal baru, saya baru dengar. Apalagi Freeport buat perjanjian dengan Rio Tinto mengenai pembagian produksi penuh Grasberg di atas tahun 2022. Lah wong kontraknya saja belum tentu diperpanjang oleh pemerintah Indonesia, bagaimana Freeport bisa buat perjanjian semacam itu,” papar dia.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

BACA: Ada Upaya Kriminalisasi Ekonom Slamuddin Daeng

Dan celakanya, Februari 2018 lalu Salamuddin Daeng dipanggil Bareskrim Polda Metro Jaya terkait kritik dan tulisannya di media tentang Freeport (Rio Tinto). Ia dimintai keterangan selama 12 jam oleh oleh penyidik di Krimsus Polda Metro Jaya. Dan sang pelapor bernama Aulia Fahmi dengan tuduhan ujaran kebencian.

Aktivis 98 Haris Rusly dibuat heran oleh laporan Aulia Fahmi. “Lalu apa kaitan hukum si pelapor dengan kritik yang disampaikan oleh Salamuddin tersebut? Si pelapor bukan orang pemerintahan yang dirugikan oleh tulisan tersebut. Menurut penyidik Krimsus, si pelapor bukan pengacaranya pihak pemerintah ataupun pihak Freeport,” ucapnya Februari lalu. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 4