Karje Madura – Puisi Moh. Romli

Grafiti "Nenek Moyang Madura" di Taman Hiburan Rakyat Gotong Royong Sumenep/Ilustrasi SelArt/nusantaranews

Grafiti "Nenek Moyang Madura" di Taman Hiburan Rakyat Gotong Royong Sumenep/Ilustrasi SelArt/nusantaranews

JEDA WAKTU

Mungkin harus ku mulai dari sini sebelumnya
sebelum semua usai
sebelum semuanya terberai
diantara lelah, luka, dan gerimis yang siap menampar

Kau tau itu bukan?
bukan merupakan sesuatu yang ku inginkan
juga bukan merupakan sesuatu yang tak ku harapkan
namun memang seharusnya di lepaskan
dua pencalang hidup di rusuhnya gelombang.

Kawan, tetaplah berlayar
jangan terpengaruh akan gaduh topan
apalagi sampai mencium bau karang

menarilah dan terus menyanyi
walau dalam lagu yang amat pedih kita nikmati
demi pesta di ujung jeda waktu nanti
buatlah ia tunduk dan mati.

LAGU AGUSTUS

Deru ombak malam
menitip duka angin topan
penghuni paseser terkabar
terkapar di pulau-pulau mengasingkan

pencalang, biduk, diam
pasrah pada asap putih gelombang
jungkal-jungkil gelora semakin geram
menumpuk rindu dari paseser hingga pulau sebrang
akankah semua terbenahkan?..

tak ada yang mampu menahan tangis di bulan agustus
sampai janur-janur menangis
mengiring langkah para pahlawan yang mulai hilang perlahan
sampai setiap lambayan harus di relakan
angin timur tak karuan.

MATAMU SUNNA

Pada angin timur
aku bertanya tentang matamu yang lupa
Pada senja lamur
aku bertanya tentang wajah bersalin rupa

Apa karena semua telah di murka?

Rindu, rindu, rindu, jadi luka
lalu bagaimana dengan kedamain yang pernah kita sapa
apa takkan menyapa?

aku hanya termangu
andai saja aku bisa seperti bayi
yang damai dengan ibu jarinya sendiri
mungkin aku telah lupa, matamu yang berduri.

KARJE MADURA

Musim kemarau adalah lagu diantara siang dan malam
dimana tontonan jadi tuntunan
dogma suci jadi cacian
kemaksiatan, kebenaran
tanamkan kemurkaan
pada generasi yang di korbankan
tuli, buta, sampai setiap nikmat disiakan
jadi semakin jadi, jadi semakin jadi
setiap karsanya racun mengalir kencang
hingga bermacam jenis ekor menjadi sasaran
menebus dosa dari hasil curian.

 

Moh. Romli

Moh. Romli, lahir di Bicabi Dungkek Sumenep Madura, 12 Januari 1995. Aktif bergiat di Sastra Gubuk Reot Dungkek Pesisir Sumenep.  Kumpulan Puisi Terbarunya KITAB RINDU (2016).

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.

Exit mobile version