NUSANTARANEWS.CO – Sejarah penting tercatat pada tahun 2016 adalah peristiwa tewasnya gembong teroris paling diburu bernama Santoso alias Abu Wardah. Setelah sekian lama diburu kepolisian, pemimpin kelompok sipil bersenjata di Poso itu akhirnya merenggang nyawa usai tertembus timah panas Tim Bravo Batalyon 515 Raider Kostrad yang tergabung dalam Operasi Satgas Tinombala.
Baca : Santoso Tewas Ditembak Tim 29 Bravo, Raider Kostrad
Santoso Tewas dalam insiden baku tembak denganTim 29 Bravo Batalyon 515 Kostrad yang meletus di pegunungan Desa Tambrana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada Senin (18/7) lalu. Santoso beserta lima anggotanya tak berkutik, hingga berujung pada tewasnya pemimpin kelompok sipil bersenjata atas nama Santoso alias Abu Wardah yang memang sudah sejak lama diburu kepolisian karena terbukti terlibat dalam sejumlah aksi teror.
Tewasnya Santoso sendiri dibenarkan Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Tatan Sulaiman. Dia mengkonfirmasi, kontak senjata itu berada di titik koordinat 2027-6511. “Kontak tembak dari satuan tugas Batalyon Raider 515 Kostrad,” ujar Tatan mengkonfirmasi.
Baca juga : Raider 515 Kostrad Unjuk Gigi, Santoso Ditembak Mati
Dari kelima kelompok sipil bersenjata tersebut, dua di antaranya tewas di tempat, dan salah satunya diketahui Santoso sendiri yang juga terlibat dalam aksi saling tembak saat itu. Sementara tiga lainnya melarikan diri karena terdesak, salah satunya Umi Delima yang tak lain adalah istri Santoso.
Umi Delima Ditangkap
Sejak saat itu, Santoso resmi dinyatakan telah tewas. Dan selang tiga hari kemudian, Tim Alfa 17 Yonif 303 Kostrad kembali berhasil. Umi Delima, satu di antara tiga kawanan Santoso yang melarikan diri disergap di sebuah gubuk tanpa perlawanan.
Baca : Kembali Tim Raider Kostrad Berhasil Menangkap Istri Santoso
Tak pelak, tewasnya Santoso merupakan hadiah besar dari TNI untuk kepolisian, terutama Tito Karnavian yang baru saja dilantik menjadi Kapolri menggantikan Badrodin Haiti.
“Dari kasus Santoso terlihat adanya solidaritas antara TNI dan Polri dalam melakukan kerjasama di Operasi Tinambola,” ujar Ketua Presidium Indo Police Watch, Neta S Pane yang sekaligus mengatakan keberhasilan ini merupakan hadiah TNI untuk Polri. (Baca : Polri-TNI Benarkan Tim Alfa 17 Yonif 303 Kostrad Sang Penangkap Dalima)
Seperti yang telah banyak diberitakan, sejak 2011 silam Santoso adalah gembong di balik sejumlah aksi penyerangan dan terorisme di Poso. Tak hanya itu, kelompok Santoso juga disinyalir terlibat dalam sejumlah aksi terorisme lainnya di Solo, Bogor, Depok hingga Tambora. Namun, nama Santoso mencuat usai mendalangi peristiwa penembakan anggota polisi di kantor BCA, Palu pada 25 Mei 2011 silam.
Catatan lain, pada akhir 2012 atau awal tahun 2013, Santoso bersama Daeng Koro mendeklarasikan berdirinya Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sejak saat itu, mereka melakukan perekrutan dan pelatihan militer (tadrib asykari) yang dilaksanakan beberapa kali di wilayah Pegunungan Biru, Poso Pesisir Kabupaten Poso dan Pegunungan Malino Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali. Para pesertanya berasal dari sejumlah daerah seperti Poso, Morowali, Jawa, Kalimantan, Sumatera dan NTB.
Penerus Santoso; Ali Kalora dan Basri
Kendati Santoso telah tiada, tak berarti kelompoknya telah habis. Pasalnya, masih ada nama lain yang juga mesti diantisipasi sekaligus diburu, yakni Ali Ahmad alias Ali Kalora dan Muhammad Basri alias Bagong alias Bang Ayas alias Opa.
Lihat : Kelompok Santoso Belum Habis
Keduanya diduga kuat sebagai sosok penerus Santoso yang memimpin kelompok MIT. Banyak pihak yang berharap kelompok Santoso yang masih tersisa ini ditumpas tuntas. Selain mengganggu keamanan, juga berpotensi membuat iklim perekonomian di Sulawesi Tengah terhambat akibat teror yang ditebarkan kelompok sipil bersenjata itu. (Sego/Er)