Gaya HidupLintas NusaSpiritual

Kajian Bersama Kabid PAI, Kupas Kisah Nabi Khaidir dan Tipikal Penonton Bioskop

Kajian bersama Kabid PAI, kupas kisah Nabi Khaidir dan tipikal penonton bioskop.
Kajian bersama Kabid PAI, kupas kisah Nabi Khaidir dan tipikal penonton bioskop.

NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Kajian bersama Kabid PAI, kupas kisah Nabi Khaidir dan tipikal penonton bioskop. Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI) Kanwil Kementerian Agama Islam Provinsi Aceh H Muntasyir MA membahani peserta Kajian Jumatan (22/1).

Di depan Kabag TU, para Kabid dan jajarannya, Kabid PAI menyatakan  bahwa sejak Januari 2021, hampir semua sekolah/madrasah telah menggelar pembelajaran dengan bertatap muka, dengan pola shift atau lainnya.

“Berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk aspek kesehatan dan keamanan dan prokes, harus selalu dilakukan pihak sekolah/madrasah,” ajak Muntasyir, mantan Kepala MA di Kemenag Aceh Besar, dan juga pernah menjadi Kasi di Bidang Mapenda/Penmad Kanwil.

“Ada hal yang ‘menarik’, baik saat sekolah normal, maupun saat pandemi, bahwa masih ada guru yang menghakimi siswa,” ungkap Muntasyir dalam tausiah di Mushalla Al-Ikhlash Kanwil.

Pekan ini, jajaran Kanwil ikuti kajian/pengajian, sedangkan pekan depan, pagi Jumat (29/1), kembali dengan jadwal olah raganya. Pengajian dan olah raga, silih berganti, selang-seling.

Baca Juga:  Ini 10 Nama Caleg Pemenang Pemilu 2024 Dapil 1 Nunukan Versi Quick Count Tenripada Research

Kabid PAI lanjutkan seputar ‘penghakiman’, bahwa apa pun kesalahan siswa tidak boleh diberi sanksi (hukuman berat).

“Pola pendidikan, salah satunya guru tak boleh lakukan sanksi apa pun. Siswa yang ‘bodoh’ dan ‘batat’ pun tak boleh dipukul, karena biasanya nanti akan berhadapan dengan pihak lain,” terangnya dalam acara yang dimoderatorkan Ustadz Zulfikar MA.

Terus Muntasyir kisahkan pendidikan antara Nabi Musa as dengan salah satu Nabi Allah, yang penafsir menyebutnya Nabi Khidir (Khaidir as). Al-Quran dalam Surat Al-Kahf, memang tidak menyebut nama jelas, sang hamba Allah yang miliki ‘pengetahuan langit’ itu.

“Berbeda kita belajar, dengan pembelajarannya Nabi Musa dan Nabi Khaidir. Kita belajar sama guru dan ulama, sementara Nabi Khidir mendapat langsung ‘ilham’, ilmu dari Allah Taala,” sambungnya.

Akhirnya, Nabi Musa diberi sanksi oleh Nabi Khidir, untuk tak ikut bersama lagi, usai disingkapkan rahasia selama beberapa hari perjalanan dan saksikan kerja di luar kelaziman dari Nabi Khidir.

Baca Juga:  Demokrat Raup Suara Diatas 466 Ribu, Ibas Kokoh 312 Ribu Lebih

Kabid PAI lantas mengaitkan kepekaan dan aneka kejadian masa kini, termasuk pandemi.

“Kita di sini bak penonton dalam bioskop. Ada tiga tipikal penonton, yang menikmati sebuah film,'” tamsil Muntasyir, yang pernah menjadi petugas kloter Embarkasi Haji Aceh (BTJ) 2018/1439 H itu.

“Ada yang menonton biasa saja, sambil makan kacang misal, baginya jalan cerita tak ada kesan, ia tak menikmati jalan cerita,” jelasnya.

“Ada yang nonton jalannya cerita. Yang bisa ia ambil hikmah dari cerita film itu. Dia bahkan akan dan bisa menulis ulang kisahya,” rincinya.

“Bahkan ada yang serius sekali menontonnya. Sangking serius ia nonton penuh emosi (emosioanal), dia terbawa sedih dan sangat sedih,” imbuhnya.

Lantas Kabid PAI hubungkan, bahwa kita melihat berbagai persoalan. Ada di antara kita yang santai dan ‘tenang-tenang’ saja dengan orang lain, penderitaan orang lain.

“Harapannya, mari kita peduli dan empati untuk membantu,” harapnya.

Lalu Muntasyir lanjutkan tentang konsep kepemilikan. Bahwa ada konsep fana, dalam tasawuf, yang mengisyaratkan, ‘saya tak memiliki apa-apa’.

Baca Juga:  Ketua PWI Pamekasan Menyebut Wartawan Harus Memiliki 5 Sifat Kenabian

“Kita susah karena merasa memiliki. Sedih jika diambil kembali, diuji oleh Allah denga musibah. Orang yang merasa tak memilki, semua miliknya milik Allah, ia akan hidup damai,” terangnya.

Sebelum menutup tausiah, kaitan dengan ‘memberi’, Muntasyir sampaikan tentang makna ‘al-birra’ dalam satu ayat QS Ali Imran, “lantanaalul birra hattaa tunfiquu…” di awal juz keempat.

“Al-birra itu bisa satuan, dan bisa banyak. Banyak makna ‘al-birra (al-bir)’ itu, bisa juga bentuk ketaatan. Kita artikan juga di sini, dengan “pengabdian”. Mengabdi sesuai dengan perintah Allah, dan akan mendapatkan balasan. ‘Al-birra’ bermakna pengabdian dengan harta, dengan tenaga yang ada padanya dan lainnya,” kutipnya.

“Jadi, ada yang tak merasa musibah itu sebaga teguran. Ada yang tergugah. Dan ada yang belum. Yang tergugah, moga kita termasuk ke dalamnya, dan miliki hati yang damai. Kelak, bertemu dengan Allah, dengan hati nan damai,” pungkasnya.[y]

Sumber: aceh.kemenag.go.id

Related Posts

1 of 3,049