Opini

Jokowi Hanya Membangun 1/9 Kepentingan Nasional

ekonomi makro, menteri pencetak utang, menteri keuangan, sri mulyani, jumlah utang, prabowo subianto, nusantaranews
Presiden Joko Widodo berpidato di GOR JAtidiri, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019). (Foto: Muh Nurcholis/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO – Sejak awal Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mencanangkan untuk membangun infrastruktur. Canangan ini bagus. Menurut sejarah koloni Barat di Asia, Amerika, dan Afrika, satu di antara kunci sukses koloni Barat ialah infrastruktur jalan, jembatan, dan bendungan. Termasuk wilayah koloni Belanda di Nusantara yang kita masih nikmati hingga sekarang.

Kini Jokowi telah berhasil memulai pembangunan infrastruktur LRT, MRT (hasil observasi), “juga penambahan jalan tol mulai 2014-2019 dicanangkan sepanjang 1.845 kilo meter yang tersebar di seluruh kota besar di Indonesia” (DetikFinance, Sabtu 30 September, 2017). Menurut Kepala BPJT Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna bahwa “saat ini panjang jalan Tol yang telah tuntas pembangunannya 1.245 kilo meter.

Jalan Tol itu tersebar di Jabodetabek 226 kilo meter, trans Jawa 682 kilo meter, Non trans Jawa 202 kilo meter, Trans Sulawesi 18 kilo meter, dan trans Sumatera 117 kilo meter” (Septian Deny, Liputan6, 12 Oktober 2018). Selain itu Jokowi membangun jembatan, 10 unit Bandar Udara baru, 19 unit Pelabuhan baru, 65 Bendungan, dan 500 unit pasar tradisional (Benner Jokowi di Jalan Pemuda, Bogor, Jabar).

Kunci sukses Kolonial Barat di Asia, Amerika, dan Afrika, tampaknya mirip jika tak mau disebut sama. Disebut sama, karena berhasil menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya semula terisolir. Dengan begitu rakyat bisa saling mengunjungi dan melakukan distribusi aneka produksi mereka dengan mudah pula.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Disebut mirip karena Kolonial membangun infrstruktur jalan, jembatan, dan bendungan tidak dengan utang dari bangsa lain! Jokowi membangun infrastruktur tersebut dengan cara berutang kepada bangsa asing secara “jor joran”, khususnya berutang kepada Cina Komunis. Jika realiats itu dianggap keberhasilan Jokowi, maka dengan ringan disebut Jokowi hanya berhasil membangun 1/9 kepentingan nasional selama 4 tahun lebih pemerintahannya.

Mari kita lihat alasan alasan prestasi Jokowi itu dengan merujuk pada 9 (sembilan) komponen strategis nasional dan Kepentingan Nasional sebagai berikut ini.

Sembilan Komponen Strategis Nasional meluputi antara laian; (1) Geografi (SDA, SDM). (2) Transportasi dan Telekomunikasi. (3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (4) Ekonomi. (5) Politik. (6) Sosial dan Budaya. (7) Angkatan Bersenjata (Militer dan Polisi). (8) Sejarah dan (9) Biografi tokoh tokoh terkemuka.

Setiap era pemerintahan, sembilan komponen strategis nasional itu harus dibangun secara keseluruhan. Meskipun faktor prioritas tetap menjadi titik perhatian. Era pemerintahan Jokowi selama lebih 4 tahun hanya berkutat pada infrastruktur. Hasil ini tidak bisa menjadi kebanggaan nasional berhubung Jokowi terkesan hanya menjalankan bisnis infrastruktur Cina Komunis di Indonesia. Ekonomi mandek di angka 5 %, politik dalam negeri babak belur baik horizontal maupun vertikal.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Jokowi mengangungkan etnis Cina Indonesia (ECI) menghina Pribumi dan ummat Islam, sosial budaya salah asuh, Angkatan Bersenjata digunakan untuk memukul lawan politik dan para pengeritiknya. Sedangkan sejarah perjuangan bangsa cenderung dilupakan. Contoh saat Jokowi menghadiri perayaan Imlek, dalam kata sambutannya Jokowi mengatakan “ECI sebagai salah satu suku atau etnis di Indonesia”.

Jokowi dapat sumber dari mana? “Value Concentrated” Bhinne Tunggal Ika dan Pancasila minus ECI karena ECI berbeda garis nenek moyang dengan Pribumi Nusantara Indonesia. Sedangkan dalam perjuangan bangsa Indonesia, ECI adalah pengkhianat hingga saat ini. Termasuk jatuhnya Presiden Soeharto dengan Orde Barunya adalah bukti pengkhianatan ECI yang masih hangat di ingatan para pengingatnya. Satu contoh politik etnisitas lagi biar lebih konkrit dan tuntas. Kelompok etnis Aynu di Jepang sudah bangsa Jepang juga sejak didirikannya Kekaisaran Jepang pada tahun 660 SM.

Namun karena terdapat sedikit perbedaan budaya dengan kelompok etnis Yamato, kelompok etnisnya Yang Mulya Kaisar Jepang ke-125 Akihito, baru pada tanggal 6 Juni 2008 kelompok etnis Aynu diterima oleh rakyat Jepang menjadi bangsa Jepang. Karena jumlah kelompok etnis Aynu tinggal berjumlah di bawah 15.000 jiwa dan mendiami Perfektur Kuril, Jepang Timur Laut. Lainnya telah berasimilasi dengan berbagai kelompok etnis di Jepang. Antara lain dengan kelompok etnis Yamato dan Ryukyu.

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional (national interest), mencakup keamanan nasional (national security) yang meliputi lima aspek yakni: (1) Eksistensi bangsa, (2) Kedaulatan negara, (3) Integritas bangsa, (4) Stabilitas nasional dan (6) Kredibilitas pemerintah.

Kepentingan nasional di era pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi, hanya satu komponen strategis nasional yang mengurusnya yaitu Angkatan Bersenjata atau dengan istilah aparatus Kamnas (TNI, Intelijen, Polri). Namun di era Jokowi, Intelijen dan Polri ada kecenderungan “disiapkan untuk mengeroyok TNI”.

Jadi sebenarnya Kamnas di era Jokowi sangatlah lemah. Bayangkan jika tiga aparatus Kamnas sedianya pengawal integrasi nasional dan kedaulatan negara ini berkonflik, siapa yang bisa menengahi mereka? Jokowi tak memiliki kompetensi untuk menengahi konflik internal semacam itu.

Akhir tulisan ini hendak mengatakan sesuatu yang sederhana.  Dengan menggunakan dua “tools of analysis” saja yakni sembilan komponen strategis nasional dan kepentingan nasional, namun  baru pada penggunaan kualitas sangat sederhana, kegagalan Jokowi memimpin selama 4 tahun lebih sudah tampak jelas. Jokowi hanya berhasil membangunan 1/9 Kepentingan nasional. Jadi era Jokori hanya menguntungkan ECI dan Cina Komunis.

*M.D. La Ode, penulis adalah Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS).

Catatan Redaksi : Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis seperti yang tertera, dan tidak menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi NUSANTARANEWS.CO.

Related Posts

1 of 3,114