HankamPolitikTerbaru

Jika Benar Pemesanan 5000 Senjata Oleh Badan Intelijen, Sama Berbahayanya..

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat (PD) Rachland Nashidik mengingatkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo agar jangan berpolitik. Menurutnya, politik TNI harus selamanya politik negara, bukan politik Panglima TNI.

Artinya, Panglima TNI memang harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan data-data intelijen terkait dengan suatu perencanaan yang bersifat rahasia seperti adanya isu soal pengadaan senjata sebanyak 5.000 pucuk oleh sebuah institusi non militer yang baru-baru ini disampaikan Gatot secara terbuka dan didengar publik.

Dengan kata lain, Panglima TNI seharusnya langsung betindak kalau memang informasi tersebut valid sehingga pengadaan senjata ilegal itu benar-benar gagal. Sebab, jika dicermati, angka 5.000 tentu bukan jumlah sedikit. Bisa dibayangkan itu setara dengan kekuatan 4-5 batalyon tempur.

Sejauh ini, dua institusi yakni BIN dan Polri dikait-kaitkan dengan institusi non militer yang dimaksud Panglima TNI. Pasalnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada Juli lalu memang sempat mengatakan kepada media bahwa institusinya akan membeli 5.000 pistol untuk mempersenjatai aparat di lapangan menyusul teror yang terus membidik anggota. Waktu itu, Kapolri menyebut ingin membeli pistol bahkan sampai 10-20 ribu pucuk. Namun, PT Pindad hanya punya persediaan sekitar 5 ribu saja, sehingga kemungkinan pembelian ini berkisar sampai angka 10 ribu unit pistol yang dibeli separuhnya terlebih dahulu dan sisanya menyusul.

Baca Juga:  Anto Bolokot Siap Mewakili Putra Daerah di Pilkada Nunukan 2024

Terlepas dari itu, Menko Polhukam Wiranto sudah mengkonfirmasi bahwa BIN juga akan membeli 5.000 senjata laras pendek untuk keperluan pendidikan intelijen. “Setelah dikonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PINDAD (bukan 5.000 pucuk dan bukan standar TNI) oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen,” kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (24/9) malam.

Yang jelas, Panglima TNI dalam sebuah pernyataan tidak menyebut institusi mana yang sedang mengadakan pembelian senjata ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Pernyataan ini lantas menuai polemik dan kegaduhan, Gatot bahkan dituding telah berpolitik. Bahkan, Rachland Nashidik menuding Panglima TNI telah melakukan manuver politik.

“Tantangan terbesar kita dalam turbulensi politik akhir-akhir ini kelihatannya adalah menjaga kewarasan politik. Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun Undang-undang. Contohnya, manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo,” kata Rachland dalam pers rilisnya yang diterima redaksi, Jakarta, Minggu (24/9) malam.

Baca Juga:  Ikatan Alumni Dayah Abu Lam U Gelar Buka Puasa Bersama

Bagi Rachland, Panglima TNI salah dalam konteks pernyataannya beberapa hari lalu. Menurutnya, kesalahan Panglima TNI adalah tidak sepatutnya membocorkan data intelijen, apalagi yang sensitif, kepada publik. Ia harus lapor Presiden. Ia dapat juga menyampaikan kepada DPR. “Bukan kepada sesepuh dan purnawirawan TNI dalam acara yang diliput luas oleh wartawan dan dipandang sebagai upaya untuk menghimpun dukungan bagi manuver-manuver politiknya,” katanya.

Dikatakannya lagi, jika pemesanan 5 ribu senjata oleh BIN benar, itu berarti sama bahayanya dengan sikap Panglima TNI yang berpolitik praksis.

“Bagi kelangsungan demokrasi, kita semua cukup waras untuk memahami, pemesanan 5000 senjata serbu oleh badan intelijen, bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya,” tukasnya. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 67